21/05/12

UPACARA DEWA MESRAMAN

(Tinjauan Sosiologis Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Upacara Dewa Mesraman Di Desa Paksebali Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung)

PENDAHULUAN
Bali tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya saja, namun juga terkenal dengan budayanya. Kehidupan masyarakat Bali yang berlatar belakang sebagai masyarakat agraris hingga saat ini masih memegang teguh tradisi dan religinya. Hal ini dapat kita temui dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali baik dalam hal aktivitas keseharian sebagai individu maupun dalam aktivitas sosial kemasyarakatan. Ungakapan rasa syukur dan berbakti kepada Tuhan Yang Masa Esa tercermin dalam aktivitas upacara, dimana upacara dalam masyarakat Bali terbagi menjadi 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu ;
1.    Manusia Yadnya merupakan ritual yang dilakukan terhadap manusia, mulai dari dalam kandungan hingga akhirnya dewasa. Hal ini bertujuan untuk kesempurnaan hidup manusia dan mencangkup beberapa tahapan hidup yang akan dihadapi manusia.
2.    Pitra Yadnya merupakan ritual khusus yang dilakukan terhadap orang yang sudah meninggal. Yadnya ini bertujuan untuk menghormati leluhur dan memberikan tempat yang terbaik di surga.
3.    Dewa Yadnya merupakan ritual atau upacara adat yang diperuntukan bagi Tuhan dan semua manifestasinya. Pemujaan kepada Tuhan dilakukan setiap hari melalui persembahyangan Tri Sandya dan Panca Sembah.
4.    Rsi yadnya merupakan upacara terhadap Manusia yang akan mencapai tingkatan yang lebih tinggi, atau setara guru dalam agama Hindu. Upacara ini ditujukan untuk para Rsi, Pinandita ataupun orang-orang suci lainnya. Upacara ini dilakukan saat orang akan mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam kehidupan beragama baik itu dari segi fungsinya dalam agama ataupun dalam masyarakat.
5.    Bhuta yadnya merupakan upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia. (http://de-kill.blogspot.com/2009/04/sekilas-budaya-bali.html)
Upacara Dewa Mesraman merupakan salah satu upacara keagamaan Hindu yang termasuk dalam upacara Dewa Yadnya. Upacara ini diadakan setiap 210 hari yang tepatnya pada Hari Raya Kuningan bertempat di Pura Panti Timrah di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.  Pura Panti Timrah adalah pura Pasek Bendesa yang asal-usulnya dapat ditelusuri kembali ke desa Timbrah di Karangasem, dengan jemaat (pengempon) sekitar 150 kepala keluarga.
Dalam setiap pelaksanaan upacara tentunya melibatkan semua lapisan masyarakat yang menjadi pendukung berlangsungnya upacara tersebut. Keterlibatan masyakarakat ini dalam kajian sosiologis disebut dengan partisipasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkataan Partisipasi berasal dari perkataan Inggris “to participate” yang mengandung pengertian “ to make part” yang dalam bahasa Indonesia berarti mengambil bagian. Sedangkan paricipation berarti “the act participating”.( John M.Echols dan Hasan Shadily,  1995;419)
Seseorang dikatakan berpartisipasi terhadap sesuatu usaha atau organisasi apabila secara sadar ia ikut aktif mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan dari usaha tersebut.
Keith Davis mendefinisikan partisipasi sebagai berikut ;
“….mental and emotional involment of person group situation whinch enccurages responsibility in them…”
(penyertaan mental dan emosi di dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk menyumbangkan daya pikiran dan perasaan  mereka bagi tercapainya tujuan organisasi tersebut.) (Keith Davis, 1990 : 24).

Dari definisi tersebut partisipasi megandung pengertian :
a.    Adanya penyertaan mental dan emosi. Di dalam partisipasi dituntut lebih daripada sekedar penyertaan fisik. Partisipasi merupakan proses penyertaan pikiran dan perasaannya dalam dinamika oraganisasi terutama dalam proses pembuatan keputusan.
b.    Partisipasi merupakan sarana bagi pengembangan diri para bawahan. Mereka diberi kesempatan mengutarakan pendapat sebagai subyek bukan sekedar obyek dalam pengambilan keputusan.
c.    Partisipasi merupakan sarana untuk menumbuhkan dan mempertebal rasa “ikut memiliki” di kalangan bawahan. Bawahan berperan di dalam setiap pengambilan keputusan merasa bahwa baik buruknya keputusan yang diambil, mereka ikut bertanggung jawab karena pada hakekatnya mereka sendiri yang memutuskan.
Menurut Moeljarto Tjokrowinoto, partisipasi adalah ;
Penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyumbang ide, pikiran dan perasaan bagi terciptanya tujuan bersama-sama bertanggung jawab terhadap tujuan tertentu” (Moeljarto Tjokrowinoto, 1978 :29).

Cara pandang mengenai partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan sangat kompleks. Dusseldorp,  membuat klasifikasi mengenai partisipasi berdasarkan tipe partisipasi. Dalam dalam hal ini, partisipasi  diklasifikasikan menjadi 9 point partisipasi , klasifikasinya tersebut adalah sebagai berikut ;
1)        Partisipasi berdasarkan pada derajat kesukarelaan;
Partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaan terbagi menjadi dua yaitu partisipasi bebas dan partisipasi terpaksa. Partisipasi bebas terjadi bila seorang individu melibatkan diri secara sukarela di dalam suatu kegiatan partisipatif tertentu. Sedangkan partisipasi terpaksa terjadi karena dipaksa melalui aturan hukum atau karena kondisi sosial ekonomi.

2)        Partisipasi berdasarkan pada cara keterlibatan;
Dalam klasifikasi ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi lansung dan partisipasi tidak langsung. Partisipasi lansung terjadi bila diri orang itu menampilkan kegiatan tertentu didalam proses partisipasi. Misalnya mengambil peranan di dalam pertemuan-pertemuan, turut berdiskusi., menyumbang tenaganya. Sedangkan partisipasi tidak langsung terjadi bila diri seseorang mendelegasikan hak partisipasinya.

3)        Partisipasi berdasarkan pada keterlibatan dalam berbagai tahap dalam proses pembangunan;
Menurut penggolongan ini ada 6 langkah yaitu (a) perumusan tujuan,(b) penelitian, (c) persiapan rencana,(d) penerimaan rencana,(e) pelaksanaan,(f) penilaian. Ada dua kategori dalam penggolongan ini yaitu partisipasi lengkap bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat di dalam seluruh enam tahap proses perencanaan, sedangkan yang kedua yaitu partisipasi sebagian bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung tidak terlibat di dalam seluruh enam tahap proses perencanaan. Denga kata lain orang masih dianggap berpartisipasi sebagian bila hanya terlibat 5 tahap.

4)        Partisipasi berdasarkan pada pada tingkatan organisasi;
Dalam penggolongan partisipasi berdasarkan tingkatan organisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi yang terorgaisasi dan partisipasi yang tidak terorganisasi.

5)        Partisipasi berdasarkan pada intensitas dan frekuensi kegiatan ;
Partisipasi intensif terjadi bila ada frekuensi aktivitas yang sangat tinggi. Sedangkan partisipasi ekstensif terjadi bila pertemuan-pertemuan diselenggarakan secara tidak teratur.

6)        Partisipasi berdasarkan pada lingkup liputan kegiatan ;
Penggolongan partisipasi ini ada dua yaitu partisipasi tak terbatas dan partisipasi terbatas. Partisipasi tak terbatas bila seluruh kekuatan yang mempengaruhi komunitas tertentu diawasi oleh dan dijadikan sasaran kegiatan yang membutuhkan partisipasi anggota komunitas itu. Sedangkan partisipasi terbatas terjadi bila hanya sebagian kegiatan soial, politik, administratif, dan lingkungan fisik yang dapat dipengaruhi melalui kegiatan partisipatif.

7)        Partisipasi berdasarkan pada pada efektifitas;
Secara ekstrim berdasarkan tingkat efektifitasnya partisipasi dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi efektif dan partisipasi tidak efekfektif. Partisipasi efektif yaitu kegiatan-kegiatan partisipatif yang telah menghasilkan perwujudan seluruh tujuan yang mengusahakan aktivitas partisipasi. Partisipasi tidak efektif terjadi bila tidak satupun atau sebagian kecil saja dari tujuan-tujuan aktivitas partisipasi yang dicanangkan terwujud.

8)        Partisipasi pada siapa yang terlibat
Berdasarkan penggolongan ini orang yang dapat berpartisipasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a)    anggota masyarakat setempat
b)    Pegawai pemerintah
c)    Orang-orang luar
d)   Wakil-wakil masyarakat yang terpilih.

9)        Partisipasi berdasarkan pada gaya partisipasi.
Berdasarkan gaya partisipasi ini dibedakan menjadi tiga yakni (a) pembangunan lokalitas, (b) perencanaan sosial, dan (c) aksi sosial. Model Pembangunan lokalitas dilaksanakan dengan cara melibatkan orang-orang didalam pembangunan mereka sendiri dan dengan cara ini dapat menumbuhkan energi sosial yang dapat mengarah pada kegiatan menolong diri sendiri. Model Perencanaan Sosial, tujuan utama melibatkan orang–orang adalah untuk mencocokkan sebesar mungkin terhadap kebutuhan yang dirasakan dan membuat program lebih efektif. Sedang tujuan utama model aksi sosial adalah memindahkan hubungan –hubungan kekuasaan dan pencapaian terhadp sumber-sumber.Perhatian utma ada satu bagian dari masyarakat yang kurang beruntung. (Dusseldorp, dalam Slamet 1994).
Pembahasan mengemukakan mengenai konsep partisipasi masyarakat, dimana partisipasi di artikan sebagai keterlibatan mental dan emosi serta fisik seseorang atau kelompok masyarakat secara sadar dalam usaha untuk mencpai tujuan tertentu dengan cara merencanakan, melaksanakan serta menggunakan dan disertai tangung jawab.
Pembahasan mengenai partisipasi berikut difokuskan pada partisipasi menurut tipe partisipasi. Partisipasi masyarakat akan dilihat dari partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaan, cara keterlibatan, serta siapa yang terlibat.

PEMBAHASAN
1)   Partisipasi Menurut Derajat Kesukarelaan
Upacara Dewa Mesraman tergolong dalam upacara Dewa Yadnya, dimana dalam pelaksanaannya memerlukan perlengkapan yang cukup banyak, sehingga dibutuhkan persiapan yang matang juga. Persiapan pelaksanaan upacara ini dilakukan jauh-jauh hari terkait dengan pembiayaan upacara, serta penyiapan perlengkapan yang dibutuhkan saat pelaksanaan upacara. 
Pembahasan mengenai persiapan pelaksanaan upacara Dewa Mesraman dimulai dengan dilakukannya sangkepan yakni pertemuan warga yang dilakukan 1(satu) bulan sekali untuk membahas kegiatan desa, yang salah satunya adalah membahas keperluan pelaksanaan upacara Dewa Mesraman. Terkait dengan pelaksanaan upacara, maka di dalam sangkepan tersebut dibahas mengenai pengadaan biaya, pembentukan panitia yang akan mengkoordinir saat pelaksanaan upacara serta kebutuhan-kebutuhan pendukung yang diperlukan dalam upacara. Dalam hal pembiayaan, maka pembiayaan upacara ini ditanggung oleh masyarakat yang menjadi pengempon (pendukung) pura Panti Timrah. Untuk penggalangan dananya  maka dalam sangkepan tersebut akan disepakati secara mufakat besarnya iuran tiap bulan yang harus dibayar oleh warga. Iuran yang  dibebankan kepada warga ini disebut dengan cikrem. Pengambilan keputusan secara mufakat tentang besarnya cikrem, dimaksudkan supaya semua warga mampu untuk membayarnya, tanpa membedakan status ekonomi dari warga. Dengan demikian cikrem tidak menjadi beban bagi para pengempon pura.
Pada saat mendekati hari pelaksanaan upacara, aktivitas masyarakat pengempon (pendukung) pura dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara Dewa Mesraman makin meningkat. Masyarakat pengempon (pendukung) pura melakukan dedosan (gotong royong) di seputar area pura untuk membersihkan lingkungan pura,baik di lingkungan pura Panti Timrah maupun pura di tempat pengambilan beji (air suci) yang letaknya agak jauh dari pura Panti Timrah. Selain membersihkan areal pura, para pengempon (pendukung) pura juga membersihkan serta menghias pelinggih (bangunan) pura, mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan upacara seperti penjor, banten, pemasangan pengeras suara, menyiapkan gamelan yang akan mengiringi prosesi pelaksanaan upacara.
Pada saat pelaksanaan upacara para pengempon pura Panti Timrah khususnya dan para penyungsung lainnya melaksanakan berbagai tahapan upacara Dewa Mesraman dengan khidmat dengan dipimpin oleh mangku (pemuka adat) hingga prosesi upacara selesai.
Setelah semua tahapan pelaksanaan upacara Dewa Meraman selesai, para pengempon secara bersama-sama membersihkan kembali areal pura dari berbagai sampah yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas selama prosesi upacara berlangsung, membersihkan perlengkapan-perlengkapan yang dipakai dalam prosesi upacara, serta meletakkan kembali perlengakapan upacara ke tempat penyimpanan. 
Kehadiran pengempon pura Panti Timrah dalam sangkepan  dalam membahas agenda kegiatan desa yang salah satu pokok pembicaraannya adalah untuk persipaan pelaksanaan upacara Dewa Mesraman, berbagai aktivitas yang dilakukan pengempon dalam mempersiapkan kelancaran pelaksanaan upacara Dewa Mesraman, baik sebelum maupun sesudah pelakasanaan upacara, dilakukan tanpa adanya unsur ajakan bahkan keterpaksaan, melainkan dilakukan berdasar keyakinan, kemauan pengempon tanpa dipengaruhi oleh orang lain.  Adanya undangan tertulis maupun pembunyian kulkul (kentongan) untuk menghadiri sangkepan maupun melakukan dedosan (gotong royong) bukan suatu alat untuk memaksa masyarakat, namun keberadaan undangan ataupun pembunyian kulkul (kentongan) merupakan alat pengingat bagi masyarakat bahwa ada pertemuan maupun ada pekerjaan yang harus dilakukan bersama-sama.


2)   Partisipasi Menurut Cara Keterlibatan
Upacara Dewa Mesraman merupakan prosesi penting bagi pengempon pura Panti Timrah, karena dengan upacara ini sebagai wujud bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Prosesi upacara Dewa Mesraman diawali dengan dilakukannya nunas paica (makan bersama) dan magibung. 
Nunas Paica (makan bersama) dilangsungkan di depan pura Panti Timrah, peserta nunas paica ini adalah anak-anak  yang berusia 1 sampai 12 tahun tidak dibatasi oleh jenis kelamin maupun asal daerah. Artinya anak yang berasal dari daerah lain pun yang saat itu berada di lokasi prosesi dilangsungkan diperbolehkan mengikuti prosesi ini.
Magibung (makan bersama) dilangsungkan setelah prosesi nunas paica selesai. Prosesi ini juga dilangsungkan di depan pura Panti Timrah. Perbedaan dari magibung dengan nunas paica adalah dalam hal peserta. Magibung diikuti oleh orang dewasa, dan terbagi dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 orang. Peserta dalam magibung ini juga terbuka, siapapun yang saat itu berada di lokasi prosesi diperbolehkan mengikuti magibung.
Persiapan nunas paica maupun magibung ini dilakukan oleh warga di seputar pura Panti Timrah secara gotong royong. Warga membuat santapan yang akan disajikan pada acara  tersebut di rumah masing-masing. Adapun makanan yang diolah tentu saja sesuai dengan ketentuan yang telah diturunkan semenjak pendahulu mereka. Setelah proses mengolah bahan makanan yang dilakukan di rumah masing-masing warga selesai, maka makanan tersebut dibawa ke pura untuk dijadikan satu yang nantinya akan di sajikan pada saat prosesi nunas paica dan magibung dilangsungkan.
Setelah prosesi nunas paica dan magibung selesai dilanjutkan pada prosesi inti dari upacara Dewa Mesraman yang diawali dengan upacara masucian di pura beji. Dalam upacara masucian ini semua perlengkapan upcara dibawa untuk disucikan.
Hal menarik terjadi ketika prosesi masucian selesai, dan kembali menuju ke pura Panti Timrah. Disekitar pura telah berkumpul banyak orang yang disinyalir bukan hanya penduduk yang menjadi pengempon pura saja melainkan penduduk lain yang berasal dari luar daerah juga ikut hadir dalam prosesi upacara Dewa Mesraman. Pada saat itu juga disajikan tari rejang, sebagai penyambut ida betara yang habis masucian. Penari dari tarian rejang ini adalah anak-anak, dimana anak-anak ini bisa juga berasal dari luar pengempon pura Panti Timrah. Menurut pemangku, hal ini bisa terjadi karena adanya suatu kaul (janji) dari seseorang terhadap sesuatu hal, setelah keinginannnya terhadap sesuatu hal tersebut tercapai maka sebagai rasa ungkapan syukurnya adalah dengan memberikan anaknya untuk mengikuti tari rejang pada saat upacara Dewa Mesraman.
Ketika prosesi Dewa Mesraman dilangsungkan, pembawa joli (tandu) dengan sendiri berubah secara jumlah. Dimana pada saat upacara masucian pembawa joli ini hanya terdiri dari 2 orang, namun ketika prosesi mesraman, ternyata pembawa joli ini bertambah banyak, lebih dari 4 orang dalam 1 joli. Menurut keterangan dari pemangku(ketua adat), hal ini terjadi karena kemauan anggota warga maupun orang yang berasal dari luar yang ingin ikut mengusung joli sebagai wujud bhakti mereka kepada betara.
Semangat warga pengempon maupun diluar pengempon pura dalam mengambil bagian dalam prosesi Dewa Mesraman memperlihatkan bagaimana masyarakat meletakkan upacara Dewa Mesraman sebagai sesuatu yang sangat berarti. Pengorbanan berupa materi maupun non materi yang dilakukan hanya semata-mata sebagai wujud rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3)   Partisipasi Menurut Siapa Yang Terlibat
Kegiatan upacara keagamaan sangat dipegang teguh oleh masyarakat Hindu di Bali. Pura pura besar dan kecil bertebaran di seluruh pulau Bali. Bukan sesuatu yang mengherankan jika hampir setiap hari anda menyaksikan upacara agama diadakan di pura yang berbeda-beda.
Dalam konteks pelaksanaan upacara Dewa Mesraman yang dilangsungkan di pura Panti Timrah setiap 210 hari yang tepatnya pada saat hari raya Kuningan melibatkan berbagai unsur masyarakat. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.
Keterlibatan anak-anak dalam upacara Dewa Mesraman terlihat dari prosesi nunas paica, dimana anak-anak dilibatkan dalam tahapan upacara dengan mengumpulkan mereka dalam makan bersama. Baik anak laki-laki maupun perempuan dikumpulkan dalam satu tempat dan diwadahi dalam satu acara. Keterlibatan anak-anak juga terlihat dari pembawa umbul-umbul atau panji-panji simbol keagamaan dan pementasan tari rejang. Dari sini ini terlihat bagaimana proses pewarisan nilai-nilai kebersamaan dan pewarisan terhadap nilai-nilai keagamaan sudah diajarkan semenjak kecil.
Keterlibatan orang dewasa bisa dilihat mulai dari saat perencanaan yakni kehadiran mereka saat sangkepan, sampai dengan pasca pelaksanaan upacara. Dimana semangat ngayah (gotong royong) sangat terlihat. Bagi masyarakat Bali ngayah ( gotong royong) sudah tertanam sebagai budaya, dimana ngayah bagaikan oksigen, yaitu suatu kebutuhan hakiki yang menafasi darah religiusitas serta bagai air dan api kosmis yang mencuci jernih keruh-keruh karma kita atau membakar bebaskan benih-benih kemalasan (tamas) yang mencengkram dharma.
Umat Hindu yang turut serta dalam pelaksanaan upacara ini ternyata tidak hanya berasal dari para pengempon yang tinggal di desa Paksebali saja, namun juga berasal dari luar desa Paksebali. Hal ini sangat dimungkinkan karena pengempon masih mempunyai hubungan keluarga namun secara tempat tinggal berada di luar desa Paksebali. Selain itu, masyarakat yang tidak mempunyai kaitan keluarga pun juga banyak hadir dan turut serta dalam pelaksanaan upacara. Hal ini dimungkinkan karena mereka menaruh rasa hormat terhadap upacara Dewa Mesraman sebagai suatu tradisi dan budaya Bali yang mempunyai nilai luhur.

PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Upacara Dewa Mesraman yang diselenggarakan di Desa Paksebali Kabupaten Klungkung sebagai salah satu upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Bali dengan kandungan nilai budaya yang cukup banyak, maka keberadaannya sangat penting untuk dilestarikan. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam upaya pelestarian upacara tradisional tersebut diantaranya melakukan pendataan kembali baik lewat perekaman prosesi upacara tersebut dan selanjutnya disebarluaskan pada generasi muda Bali khususnya maupun masyarakat di luar Bali untuk dijadikan pengayaan pemahaman tentang upacara tradisional yang ada di wilayah Indonesia.
Sebagai generasi penerus kita hendaknya dapat berperan aktif terhadap hal-hal yang terjadi disekeliling kita dan selanjutnya dapat menularkannya pada generasi selanjutnya. Disamping itu kita hendaknya selektif terhadap nilai-nilai baru yang muncul dan sekaligus dapat mengimbangi dengan nilai-nilai budaya yang telah kita warisi dari nenek moyang terdahulu.
Bagi pengambil kebijakan upaya pelestarian terhadap nilai-nilai budaya yang adiluhung hendaknya terus dilanjutkan, baik melalui tindakan penelitian maupun cara-cara lain yang dapat menjaga kelestarian nilai-nilai budaya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Davis, Keith dan John W, 1990. Human Relation at Work dalam Drs. Moeljarto Tjokrowinoto MPA, Beberapa Teknik di Dalam Hubungan Kerja, Yogyakarta : BPA Universitas Gajah Mada.

Koentjoroningrat, 1981. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia

Munandar, Agus Aris. Dkk, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Relegi Dan Falsafah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ndraha, Talizidhu, Drs, 1987. Pembangunan Masyarakat. Bina Aksara
Pitana, I Gde, 1994. Desa Adat dalam Arus Modernisasi dalam Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali {Pitana Ed.}. Denpasar : BP.
Scharf, Betty R,  1995. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta :  PT. Tiara Wacana Yogyakarta.
Slamet, Y, Drs,Msc, 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Soekamto, Soearjono, 1982.   Teori Sosiologi tentang Pribadi Masyarakat. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sudarma, I Wayan. Dkk, 2008. Upacara Tradisional Ngunying di Desa Selat Susut Bangli. Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional. Denpasar : CV. Kresna Jaya Abadi.
http://de-kill.blogspot.com/2009/04/sekilas-budaya-bali.html diakses tanggal 30 Nopember 2011

* Materi Siaran Info Budaya RRI Denpasar tanggal 18 Mei 2012