Pemenang Adalah...

Pemenang sejati adalah berani gagal, berarti berani belajar. Berani untuk mendapatkan kemenangan, juga berani hadapi kegagalan sebagai pembelajaran. Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih keberhasilan.

Seputar Cinta

Jika rasa cinta terbalas, maka bersyukurlah karena Tuhan telah memberikan hidup lebih berharga dengan belas Kasih-Nya. Jika sebaliknya, maka bersabarlah karena Tuhan sudah mempersiapkan yg lebih baik

Banyak Sahabat

Sahabat itu akan menyenangkanmu saat kamu galau, menghiburmu saat kamu sedih dan membelamu saat kamu terluka.

Seputar Persahabatan

Jangan mengabaikan dia yg peduli padamu, suatu hari kamu akan kehilangan dia hanya karena kamu terlalu sibuk dgn dia yg tak peduli.

Cinta Tak Butuh Alasan

Dan cinta itu memang tidak butuh alasan. Seperti semua orang tua yang mencintai anak-anaknya tanpa alasan.

18/02/11

Sembuhkan Beragam Penyakit dengan Terapi Reiki

Bagi sebagian orang pengobatan alternatif dipandang sebagai pengobatan ampuh untuk mengatasi berbagai penyakit yang diderita. Salah satunya adalah pengobatan dengan metode yang dinamakan reiki. Secara umum reiki dikenal sebagai teknik penyembuhan, walaupun sebenarnya merupakan teknik esoterik yang dapat meningkatkan spiritualitas praktisinya.
Reiki adalah suatu metode penyembuhan alami yang memanfaatkan energi dari alam, dan disalurkan ke dalam tubuh pasien untuk menormalkan kembali organ tubuh yang sakit. Penyembuhan dengan metode ini telah dilakukan oleh masyarakat Tibet, China, India, dan Jepang sejak ribuan tahun yang lalu.
Belakangan, reiki telah dikenal luas di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini dikarenakan reiki memiliki kelebihan dibandingkan teknik lainnya, di mana dengan mempelajari reiki kemampuan penyembuhan seseorang dibangkitkan secara seketika.
Reiki berasal dari kata rei yang artinya alam semesta dan ki yang berarti energi kehidupan, sehingga penyembuhan penyakit dengan energi reiki hanya mediator untuk menyalurkan energi alam. Energi alam inilah yang disalurkan kepada pasien untuk meningkatkan kerja sel tubuh melakukan perbaikan. Karena pada dasarnya tubuh manusia tersusun atas tubuh fisik dan nonfisik, sehingga antara keduanya saling terkait. Saat tubuh nonfisik mengalami gangguan maka tubuh fisik pun akan terganggu.
“Untuk melakukan penyembuhan, seorang praktisi reiki akan menyerap energi reiki dari alam semesta dan menyalurkannya ke tubuh nonfisik pasien,” jelas Muhammad Rifai, praktisi hipnoterapi dan reiki dari Natural Healing and Training Center Wijaya Kusuma, Laweyan, Solo. Energi tersebut akan disalurkan melalui cakra atau pintu gerbang energi yang ada dalam tubuh manusia, seperti cakra mahkota, cakra ajna, cakra tenggorok, cakra jantung, cakra solar pleksus, cakra seks dan cakra dasar.
Energi ini akan merangsang pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk menyembuhkan bagian tubuh yang sakit.
“Saat dilakukan pengobatan, praktisi reiki berfungsi seperti halnya sebuah selang yang akan menyalurkan energi dari alam untuk disalurkan kepada pasien. Dan perlu diketahui reiki bukan magic atau menggunakan bantuan makhluk halus,” tegas Rifai.

Gelombang Elektromagnetik
Dari pengalaman Rifai, bermacam penyakit dapat dilakukan terapi penyembuhan dengan reiki, mulai dari penyakit jantung koroner, tumor ataupun kista, diabetes, migran, gangguan lever, darah tinggi, sakit kepala, pilek, nyeri otot, dan lain-lain.
Pada pengobatan dengan Reiki, tidak dilakukan secara langsung ke fisik karena dialirkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik melalui medan radiasi tubuh atau aura. “Efek sensasi antara satu orang dengan lainnya saat dilakukan terapi dengan reiki berbeda-beda. Beberapa akan merasakan hangat, dingin, atau sejuk. Ini terjadi karena tingkat respons tubuh yang tidak sama,” ujar Rifai yang juga seorang fisioterapis di Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta.
Untuk mengetahui aura seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan foto aura. Seseorang yang sakit biasanya auranya tidak beraturan bentuknya. Setelah mendapatkan pengobatan energi positif reiki, aura akan menjadi baik dan berbentuk bulat telur. Membaiknya aura, tubuh juga akan bekerja maksimal sesuai fungsinya.
Reiki aman diterapkan untuk segala usia mulai dari anak-anak hingga dewasa. Selain itu pengobatan jenis ini tanpa menggunakan obat-obatan. Untuk mencapai kesembuhan, lama terapi yang dilakukan tergantung dari beratnya penyakit, bisa satu minggu hingga berbulan-bulan. “Praktisi reiki yang menyalurkan energi pada pasien, energinya tidak akan hilang atau berkurang namun justru akan semakin sehat tubuhnya,” kata Rifai.
Pada dasarnya terapi reiki merupakan terapi komplementer yang bisa digunakan bersamaan dengan pengobatan medis maupun terapi alternatif lainnya. Namun, di Amerika Serikat, pengobatan dengan energi reiki termasuk dalam kelompok pengobatan medis energy medicine, bukan terapi alternatif karena telah teruji keilmiahannya. Seperti melalui fotografi kirlian (foto aura), maka akan bisa dibuktikan adanya aliran energi pada tubuh manusia.
Sumber : Harian Joglo Semar

13/02/11

Atasi Kantuk di Tempat Kerja

Perkembangan jaman juga mempengaruhi aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kalau pada jaman dahulu, manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja menggarap tanah, bisa berupa sawah atau tegalan, jadi jika kantuk menerpa disaat sedang bekerja bukan hal yang berat tuk mengatasinya, tinggal cari pohon rindang, apalagi di tepi sungai dan angin yang semilir. Istirahat sebentar sambil memejamkan mata. 
Namun saat sekarang, aktivitas manusia sudah berkembang, tidak hanya menggarap tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ada yang mondar-mandir di jalan, duduk di belakang meja, bahkan ada yang duduk sambil menembus awan (pilot pesawat maksutnya xixixixixixixixixi). Oke, langsung saja, bagi anda yang menghabiskan waktu seharian di dalam ruangan dan melakukan aktivitas duduk di belakang meja, berikut ini, ada tips untuk menghilangkan rasa kantuk yang menyapa;
1.   Peregangan di kursi. Peregangan akan meningkatkan aliran darah ke otot-otot dan membantu Anda merasa lebih bugar, demikian menurut Leigh Crews, trainer dan juru bicara American Council on Exercise. Anda bahkan bisa melakukannya di kursi. Duduklah dengan tegak, regangkan tulang belakang Anda, putar badan Anda ke kiri hingga nyaris menghadap ke belakang dalam 10 detik. Kemudian, balik tubuh Anda ke arah sebaliknya dalam hitungan yang sama.

2. Kunyah peppermint.
Entah itu dalam bentuk permen karet, permen isap, atau teh beraroma peppermint. Menurut Aimee Raupp, MS, ahli akupunktur dan penulis buku Chill Out and Get Healthy, aroma peppermint bersifat menyegarkan dan mampu memberikan rasa bugar dalam waktu singkat.

3. Ambil napas dalam-dalam
. Berhentilah sejenak dari apa pun yang sedang Anda kerjakan. Putar pundak Anda ke belakang, busungkan dada, lalu tarik napas dalam-dalam sebanyak empat kali, demikian saran Woodson Merrell, MD, penulis buku Power Up. Latihan pernapasan ini akan membantuk Anda merasa rileks, mampu kembali fokus, dan menyegarkan kembali pikiran dan tubuh. Setelah itu Anda akan siap menyelesaikan laporan keuangan yang tadi tertunda.















08/02/11

PENDEKATAN BUDAYA TERHADAP AGAMA


Oleh Parsudi Suparlan (alm.)

Disampaikan dalam Pelatihan Wawasan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, R.I. Tugu, Bogor, 26 November 1994 

Pendahuluan
Dalam salah satu tulisan saya (1988: v), saya kemukakan bahwa: “Agama, secara mendasar dan umum, dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungannya”. Dalam definisi tersebut, agama dilihat sebagai sebuah doktrin atau teks suci sedangkan hubungan agama dengan manusia yang meyakininya dan khususnya kegiatan-kegiatan manusia penganut agama tersebut tidak tercakup dalam definisi tersebut. Para ahli ilmu-ilmu sosial, khususnya Antropologi dan Sosiologi, yang perhatian utamanya adalah kebudayaan dan masyarakat manusia, telah mencoba untuk melihat agama dari perspektif masing-masing bidang ilmu dan pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan, dalam upaya mereka untuk dapat memahami hakekat agama dalam kehidupan manusia dan masyarakatnya.
Diantara berbagai upaya yang dilakukan oleh para ahli Antropologi untuk memahami hakekat agama bagi dan dalam kehidupan manusia, Michael Banton telah mengedit sebuah buku yang berjudul Anthropological Approaches to the Study of Religion, yang diterbitkannya pada tahun 1966. Diantara tulisan-tulisan yang ada dalam buku tersebut, yang kemudian menjadi klasik karena sampai dengan sekarang ini masih diacu dalam berbagai tulisan mengenai agama, adalah tulisan Clifford Geertz yang berjudul Religion as a Cultural System. Tulisan Geertz inilah yang telah menginspirasikan dan menjadi acuan bagi perkembangan teori-teori mengenai agama yang dilakukan oleh para ahli Antropologi. Tulisan berikut ini juga mengacu pada teori Geertz mengenai agama sebagai sistem budaya, walaupun dalam rinciannya tidaklah sama dengan teori Geertz tersebut.

Pendekatan Kebudayaan
Pendekatan sebagai sebuah konsep ilmiah tidaklah sama artinya dengan kata pendekatan nyata biasa digunakan oleh umum atau awam. Kalau dalam konsep orang awam atau umum kata pendekatan diartikan sebagai suatu keadaan atau proses mendekati sesuatu, untuk supaya dapat berhubungan atau untuk membujuk sesuatu tersebut melakukan yang diinginkan oleh yang mendekati, maka dalam konsep ilmiah kata pendekatan diartikan sama dengan metodologi atau pendekatan metodologi. Pengertian pendekatan sebagai metodologi adalah sama dengan cara atau sudut pandang dalam melihat dan memperlakukan yang dipandang atau dikaji. Sehingga dalam pengertian ini, pendekatan bukan hanya diartikan sebagai suatu sudut atau cara pandang tetapi juga berbagai metode yang tercakup dalam sudut dan cara pandang tersebut. Dengan demikian konsep pendekatan kebudayaan dapat diartikan sebagai metodologi atau sudut dan cara pandang yang menggunakan kebudayaan sebagai kacamatanya. Permasalahannya kemudian, adalah mendefinisikan konsep kebudayaan yang digunakan sebagai sudut atau cara pandang ini.
Di Indonesia, diantara para cendekiawan dan ilmuwan sosial, konsep kebudayaan dari Profesor Koentjaraningrat amatlah populer. Dalam konsep ini kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, yaitu mencakup keseluruhan dari: (1) gagasan; (2) kelakuan; dan (3) hasil-hasil kelakuan. Dengan menggunakan definisi ini maka seseorang pengamat atau peneliti akan melihat bahwa segala sesuatu yang ada dalam pikirannya, yang dilakukan dan yang dihasilkan oleh kelakuan oleh manusia adalah kebudayaan. Dengan demikian, maka kebudayaan adalah sasaran pengamatan atau penelitian; dan, bukannya pendekatan atau metodologi untuk pengamatan, penelitian atau kajian. Karena tidak mungkin untuk menggunakan keseluruhan gagasan, kelakuan, dan hasil kelakuan, sebagai sebuah sistem yang bulat dan menyeluruh untuk dapat digunakan sebagai kecamata untuk mengkaji kelakuan atau gagasan atau hasil kelakuan manusia. Ketidak mungkinan tersebut disebabkan karena: (1) Gagasan sebagai ide atau pengetahuan tidaklah sama hakekatnya dengan kelakuan dan hasil kelakuan. Pengetahuan tidak dapat diamati sedangkan kelakuan atau hasil kelakuan dapat diamati dan/atau dapat diraba. (2) Kelakuan dan hasil kelakuan adalah produk atau hasil pemikiran yang berasal dari pengetahuan manusia. Jadi hubungan antara gagasan atau pengetahuan dengan kelakuan dan hasil kelakuan adalah hubungan sebab akibat; dan karena itu gagasan atau pengetahuan tidaklah dapat digolongkan sebagai sebuah golongan yang sama yang namanya kebudayaan.
Dalam berbagai tulisan saya, antara lain (1986), telah saya kemukakan bahwa kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut. Bila kebudayaan adalah sebuah pedoman bagi kehidupan maka kebudayaan tersebut akan harus berupa pengetahuan yang keyakinan bagi masyarakat yang mempunyainya. Dengan demikian, maka dalam definisi kebudayaan tidak tercakup kelakuan dan hasil kelakuan; karena, kelakuan dan hasil kelakuan adalah produk dari kebudayaan.
Sebagai pedoman hidup sebuah masyarakat, kebudayaan digunakan oleh warga masyarakat tersebut untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan hidupnya dan mendorong serta menghasilkan tindakan-tindakan untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dalam lingkungan hidup tersebut untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup mereka. Untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi interpretasi dan pemahaman, maka kebudayaan berisikan sistem-sistem penggolongan atau pengkategorisasian yang digunakan untuk membuat penggolongan-penggolongan atau memilih-milih, menseleksi pilihan-pilihan dan menggabungkannya untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan demikian setiap kebudayaan berisikan konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode untuk memilih, menseleksi hasil-hasil pilihan dan mengabungkan pilihan-pilihan tersebut.
Sebagai sebuah pedoman bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupan maka kebudayaan berisikan konsep-konsep, resep-resep, dan petunjuk-petunjuk untuk dapat digunakan bagi menghadapi dunia nyata supaya dapat hidup secara biologi, untuk dapat mengembangkan kehidupan bersama dan bagi kelangsungan masyarakatnya, dan pedoman moral, etika, dan estetika yang digunakan sebagai acuan bagi kegiatan mereka sehari-hari. Operasionalisasi dari kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat adalah melalui berbagai pranata-pranata yang ada dalam masyarakat tersebut. Pedoman moral, etika, dan estetika yang ada dalam setiap kebudayaan merupakan inti yang hakiki yang ada dalam setiap kebudayaan. Pedoman yang hakiki ini biasanya dinamakan sebagai nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya ini terdiri atas dua kategori, yaitu yang mendasar dan yang tidak dipengaruhi oleh kenyataan-kenyataan kehidupan sehari-hari dari para pendukung kebudayaan tersebut yang dinamakan sebagai Pandangan Hidup atau World View; dan yang kedua, yang mempengaruhi dan dipengaruhi coraknya oleh kegiatan-kegiatan sehari-hari dari para pendukung kebudayaan tersebut yang dinamakan etos atau ethos.
Kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat, memungkinkan bagi para warga masyarakat tersebut untuk dapat saling berkomunikasi tanpa menghasilkan kesalahpahaman. Karena dengan menggunakan kebudayaan yang sama sebagai acuan untuk bertindak maka masing-masing pelaku yang berkomunikasi tersebut dapat meramalkan apa yang diinginkan oleh pelaku yang dihadapinya. Begitu juga dengan menggunakan simbol-simbol dan tanda-tanda yang secara bersama-sama mereka pahami maknanya maka mereka juga tidak akan saling salah paham. Pada tingkat perorangan atau individual, kebudayaan dari masyarakat tersebut menjadi pengetahuan kebudayaan dari para prilakunya. Secara individual atau perorangan maka pengetahuan kebudayaan dan dipunyai oleh para pelaku tersebut dapat berbeda-beda atau beranekaragam, tergantung pada pengalaman-pengalaman individual masing-masing dan pada kemampuan biologi atau sistem-sistem syarafnya dalam menyerap berbagai rangsangan dan masukan yang berasal dari kebudayaan masyarakatnya atau lingkungan hidupnya.
Kebudayaan sebagai pengetahuan mengenai dunia yang ada disekelilingnya dan pengalaman-pengalamannya dengan relatif mudah dapat berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan hidupnya, terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bagi kehidupannya yang sumber-sumber dayanya berada dalam lingkungan hidupnya tersebut. Tetapi sebagai sebuah keyakinan, yaitu nilai-nilai budayanya, terutama keyakinan mengenai kebenaran dari pedoman hidupnya tersebut, maka kebudayaan cenderung untuk tidak mudah berubah.

Pendekatan Kebudayaan dan Agama
Konsep mengenai kebudayaan yang saya kemukakan seperti tersebut diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendatang dan mengkaji serta memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan; yaitu: sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.
Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut.
Bila agama telah menjadi bagian dari kebudayaan maka agama juga menjadi bagian dari nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh para warga masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyrakat tersebut. Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya yang lain, maka nilai-nilai etika dan moral dari agama yang dipeluk oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis mulut saja atau hanya penting untuk upacara-upacara saja.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.

Penutup
Sebagai akhir kata mungkin dapat dikatakan bahwa pendekatan kebudayaan dalam upaya memahami dan mengkaji agama, dan khususnya bagi para guru agama adan da’i, menjadi amat penting bila upaya pemantapan kehidupan keagamaan dan pengembangannya ingin supaya berhasil dengan baik. Implikasi dari penggunaan pendekatan kebudayaan adalah digunakannya pendekatan kwalitatif, seperti yang telah dilakukan oleh Max Weber dalam kajiannya untuk mengetahui sebab dari kemunculan dan berkembangnya kapitalisme. Max Weber menggunakan istilah verstehen yang artinya sama dengan pemahaman, yang menjadi dasar dari pendekatan kwalitatif.

Kepustakaan
Geertz, C, 1966 Religion as a Cultural System. Dalam Anthropological Approaches to the Study of Religion. (Di-edit oleh Michael Banton). London: Tavistock.
Koentjaraningrat, 1988 Ilmu Antropologi. Jakarta: Bhratara.
Suparlan, P., 1966 Kebudayaan dan Pembangunan. Dialog, No.21, Th.11. September.
1988 Kata Pengantar. Dalam Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis (Di-edit oleh Ronald Robertson). Diterjemahkan oleh Fediani Syaifuddin. Jakarta: Rajawali.

* Bagi-bagi Informasi

Pengertian Sosiologi (Kajian Singkat)

Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu sendiri, namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi. Saat ini banyak definisi resmi mengenai sosiologi. Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli:
Pitirim Sorokin            : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Roucek dan Warren   : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf: Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers: Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max Weber                 : Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Paul B. Horton           : Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Soejono Sukamto       : Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum     : Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Allan Jhonson            : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
Dari berbagai definisi sosiologi diatas dapat disimpulkan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum.
Menurut Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antar unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Sedangkan proses sosial adalah pengaruh timbal balik antar pelbagai segi kehidupan bersama. Singkat kata, dapat dikatakan bahwa sosiologi tidak hanya merupakan suatu kumpulan sub-disiplin segala bidang kehidupan, melainkan merupakan suatu studi tentang masyarakat. Sosiologi memandang kehidupan bermasyarakat dengan caranya sendiri.
Pada dasarnya, sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan sosial manusia dalam tatanan kehidupan bersama. Ilmu ini memusatkan telaahnya pada kehidupan kelompok dan tingkah laku sosial lengkap dengan produk kehidupannya. Sosiologi tidak tertarik pada hal-hal yang sifatnya kecil, pribadi, dan unik. Sebaliknya, ia tertarik pada hal-hal yang bersifat besar dan substansial serta dalam konteks budaya yang luas. Sosiologi lebih menekankan perhatiannya pada persoalan pengaruh kelompok pada sikap-sikap dan perilaku anggotanya. Namun yang perlu ditegaskan, sosiologi hanya dapat meneliti dan memahami yang lahiriyah (manifest). Selebihnya, mereka hanya bisa berspekulasi untuk meramalkan makna yang sebenarnya (latent).
Sosiologi sebagai ilmu mempunyai dimensi-dimensi ilmu sosial. Pada dasarnya, dikenal empat jenis dimensi dalam pendekatan teori sosial yaitu:
1) Dimensi kognitif.
Dalam dimensi ini, ilmuwan sosial akan selalu berbicara mengenai teori sosial sebagai cara untuk membangun pengetahuan tentang dunia sosial. Di sini terletak epistemologi yang membangun berbagai metodologi penelitian sosial.
 2) Dimensi afektif.
Merupakan sebuah kondisi di mana teori yang dibangun memuat pengalaman dan perasaan dari teoretisi yang bersangkutan. Dimensi ini mempengaruhi keinginan untuk mengetahui (to know) dan menjadi benar (to be right) – kedua hal ini bertitik berat kepada kejadian tertentu dan realitas eksternal.
3) Dimensi reflektif.
Di sini, teori sosial harus menjadi bagian dari dunia sebagaimana ia menjadi cara untuk memahami dunia. Dengan kata lain, teori sosial harus mencerminkan apa yang terjadi di luar sana dan apa yang terjadi pada kita sebagai salah satu elemen dari sistem sosial yang ada.
4) Dimensi normatif, yang memperluas dimensi ketiga.
Dalam dimensi ini, teori sosial sepantasnya memuat secara implisit ataupun eksplisit tentang bagaimana seharusnya dunia yang direfleksikannya itu. Keempat dimensi ini membangun seluruh pendekatan dalam proses kostruksi teori-teori sosial yang ada.

* Disarikan dari berbagai sumber