07/05/12

Wulla Poddu (Kekayaan Budaya Sumba Barat)


Kabupaten Sumba Barat dengan Ibu Kota Waikabubak merupakan salah satu daerah di negeri ini yang mempunyai kekayaan budaya yang sangat indah. Belum lengkap perjalanan Anda mengelilingi dunia tanpa singgah di Sumba Barat. Kekayaan budaya yang dimilikinya sangat elok dan belum terjamah oleh modernitas, masih natural. Dalam tulisan ini akan diberikan deskripsi singkat salah satu budaya masyarakat Sumba Barat yakni "Wulla Poddu."

Wulla Poddu berasal dari kata wulla yang berarti bulan dan poddu yang berarti pahit. Disebut pahit karena ada sejumlah larang yang tidak boleh dilanggar. Jadi Wulla Poddu berarti bulan pamali atau bulan suci dimana seluruh warga harus menjalankan serangkaian ritual serta mematuhi sejumlah larangan. adapun larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar antaranya :
  1. Tidak boleh memukul gong
  2. Tidak boleh membangung rumah
  3. Tidak boleh meratapi orang mati
  4. Tidak boleh berpesta
Apabila ada yang melanggar larangan tersebut maka akan dikenakan sanksi adat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Event ini berlangsung selama 1 bulan yang merupakan ungkapan syukur terhadap hasil panen yang diterima. Event ini biasanya diselenggarakan pada bulan Oktober atau Nopember. Sepanjang bulan ini banyak orang yang berburu babi hutan, hasil buruan dipikul beramai-ramai dan dibawa pulang ke kampung masing-masing. Hasil buruan diserahkan kepada Rato (Imam pada kepercayaan Marapu) seraya dilakukan tanya jawab antara Rato dan si pembawa babi dalam bentuk syair pantun-pantun adat. Babi hasil buruan yang pertama dijadikan indikator panen yang akan datang.
  • Babi jantan berarti hasil panen memuaskan
  • Babi betina yang sedang bunting berarti hasil panen kurang baik
  • Babi buruan menggigit orang berarti panen akan terkena hama tikus
Adapun tahapan-tahapan Wulla Poddu yang diselenggarakan di Kampung Tambera adalah sebagai berikut       
Deke ana kaleku
Pada tahapan ini Rato Rumata dari kampung Geila Koko yang merupakan kampung penentu Wolla Poddu  datang ke Tambera untuk memberitahukan bahwa bulan suci telah tiba.

Tubba ruta
Tubba ruta berarti buang rumput. Ritual ini merupakan pembersihan liang dan guci keramat bernama Dinga Leba yang ada di dalamnya. Dinga Leba diisi dengan air yang bersumber dari mata air suci Waikasa. Air dalam guci ini akan dijadikan media untuk meramal prospek hasil panen saat berlangsungnya ritual sangga kulla. Ritual ini berlangsung pada malam hari dipimpin  Rato Uma Lede. Setelah kegiatan ritual selesai rato pulang kerumah dan melakukan pemujaan sampai pagi (pakeleku baga). Kemudian pada sore harinya dilanjutkan dengan Kaleisuna.

Kaleisuna
Penyampaian undangan oleh Rato Ina Ama kepada rato-rato lain yang bermukim di kampung Tambera untuk mengikuti Tauna Marapu.

Tauna Marapu
Merupakan forum musyawarah adat untuk membicarakan persiapan-persiapan yang diperlukan dalam pelaksanaan Wolla Poddu. Musyawarah ini berlangsung di kebun pamali yang disebut Kaliwu Dima, yang dipimpin Rato Rumata yang menjabat sebagai imam adat. Setelah kesepakatan tercapai kemudian Rato Rumata memimpin upacara pemujaan (noba) dengan menyembelih enam ekor ayam milik enam buah kabisu.

Padedalana
Pengumuman tentang pelaksanaan Wulla Poddu yang diteriakkan secara berantai dari satu rumah ke rumah lainnya. Hal ini dimaksudkan supaya semua warga segera bersiap diri menyambut bulan suci. 


Pogo mawo
Ritual ini berarti potong pohon pamali, yaitu untuk mengganti pohon pelindung yang berada di dekat natara podu dengan pohon pelindung baru. Pada kesempatan ini dilangsungkan pertandingan gasing antara kabisu Anawara melawan kabisu Wee Lowo. Apabila pemenangnya kabisu Anawara maka daerah sekitar Tambera dan Loli dipercaya akan menikmati panen melimpah. Apabila pemenangnya kabisu Wee Lowo maka dipercaya keberhasilan panen akan menjangkau wilayah yang lebih luas. Ritual Pogo mawo ini dilangsungkan sehari setelah Padedalana.

Mu'u luwa
Merupakan forum musyawarah adat untuk memutuskan apakah ritual-ritual podu selanjutnya akan dilaksanakan di dalam rumah (kabu kuta) ataukah di halaman. Disebut Mu’u luwa (makan ubi) karena pada kesempatan ini semua peserta membawa ubi dari rumah masing-masing dan dimakan bersama di uma rato. Mereka juga memberikan persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa agar wulla poddu tahun ini berjalan lancar. 

bersambung.....

    0 komentar: