Pemenang Adalah...

Pemenang sejati adalah berani gagal, berarti berani belajar. Berani untuk mendapatkan kemenangan, juga berani hadapi kegagalan sebagai pembelajaran. Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih keberhasilan.

Seputar Cinta

Jika rasa cinta terbalas, maka bersyukurlah karena Tuhan telah memberikan hidup lebih berharga dengan belas Kasih-Nya. Jika sebaliknya, maka bersabarlah karena Tuhan sudah mempersiapkan yg lebih baik

Banyak Sahabat

Sahabat itu akan menyenangkanmu saat kamu galau, menghiburmu saat kamu sedih dan membelamu saat kamu terluka.

Seputar Persahabatan

Jangan mengabaikan dia yg peduli padamu, suatu hari kamu akan kehilangan dia hanya karena kamu terlalu sibuk dgn dia yg tak peduli.

Cinta Tak Butuh Alasan

Dan cinta itu memang tidak butuh alasan. Seperti semua orang tua yang mencintai anak-anaknya tanpa alasan.

13/09/09

Ucapan Yang Benar

Tinggal menghitung hari lagi kita akan ditinggalkan oleh bulan penuh rahmat di tahun ini, dan kita akan dipertemukan pada hari kemenangan setelah 1 bulan kita berperang melawan hawa nafsu.

di hari kemenangan inilah, sudah menjadi kebiasaan kita untuk mengucapkan selamat serta permintaan maaf kepada teman, sahabat, saudara kita dimanapun berada. Dimana di jaman yang telah modern ini, sarana menyampaikan hal tersebut telah di dukung oleh teknologi yang maju, kita tidak lagi harus berantri membeli kartu pos dan mengirim lewat pos. Dengan cukup dibelakang meja saja kita bisa mengirim ucapan tersebut, bahkan dimanapun kita berada dan sedang melakukan aktivitas apapun kita bisa berkirim ucapan selamat tersebut. Berbagai bentuk kata ucapan biasa kita terima dan kirimkan kepada sanak saudara, serta teman kita. Dari kata-kata yang serius sampai kata-kata gaul.

Sebelum hari itu tiba, alangkah baiknya kita cari tau mengenai bagaimanakah Nabi melakukan hal tersebut.Supaya kita tidak tersasar pada sesuatu yang salah.

Perlu diketahui bahwa hampir semua ucapan yang beredar tidak ada riwayatnya kepada Rasulullah kecuali ucapan: Taqabbalallahu minaa wa minka, yang maknanya, “Semoga Allah SWT menerima amal kami dan amal Anda.” Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan.

Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[Fathul Bari 2/446] : “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang artinya) : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.

Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka.

Beberapa shahabat menambahkan ucapan shiyamana wa shiyamakum, yang artinya puasaku dan puasa kalian. Jadi ucapan ini bukan dari Rasulullah, melainkan dari para sahabat.

Kemudian, untuk ucapan minal ‘aidin wal faizin itu sendiri adalah salah satu ungkapan yang seringkali diucapkan pada hari raya fithri. Sama sekali tidak bersumber dari sunnah nabi, melainkan merupakan ‘urf (kebiasaan) yang ada di suatu masyarakat, dalam hal ini ya di Indonesia saja.

Sering kali kita salah kaprah mengartikan ucapan tersebut, karena biasanya diikuti dengan “mohon maaf lahir dan batin”. Jadi seolah-olah minal ‘aidin wal faizin itu artinya mohon maaf lahir dan batin. Padahal arti sesungguhnya bukan itu. Kata minal aidin wal faizin itu sebenarnya sebuah ungkapan harapan atau doa. Tapi masih ada penggalan yang terlewat. Seharusnya lafadz lengkapnya adalah ja’alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin, artinya semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung (menang).

Sedangkan Makna Minal `Aidin wal Faizin menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dari buku Lentera Hati

“Minal `aidin wal faizin,” demikian harapan dan doa yang kita ucapkan kepada sanak keluarga dan handai tolan pada Idul Fitri. Apakah yang dimaksud dengan ucapan ini ? Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada
Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata `aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal `aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”.

Setelah mengasah dan mengasuh jiwa – yaitu berpuasa – selama satu bulan, diharapkan setiap Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dengan menemukan “jati dirinya”, yaitu kembali suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena – menurut Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama manusia, lingkungan, dan alam.

Sementara itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti “keberuntungan” . Apakah “keberuntungan” yang kita harapkan itu Di sini kita dapat merujuk pada Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang. Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (saya beruntung). Itupun menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang memahami “keberuntungan” sebagai keberuntungan yang bersifat material (baca QS 4:73)

Bila kita telusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi.” Kalau demikian halnya, wal faizin harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.

Salah satu syarat untuk memperoleh anugerah tersebut ditegaskan oleh Al-Quran dalam surah An-Nur ayat 22, yang menurut sejarah turunnya berkaitan dengan kasus Abubakar r.a. dengan salah seorang yang ikut
ambil bagian dalam menyebarkan gosip terhadap putrinya sekaligus istri Nabi, Aisyah. Begitu marahnya Abubakar sehingga ia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak memberi bantuan apapun kepadanya.

Tuhan memberi petunjuk dalam ayat tersebut: Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 24:22).

Marilah kita saling berlapang dada, mengulurkan tangan dan saling mengucapkan minal `aidin wal faizin. semoga kita dapat kembali mendapatkan jati diri kita semoga kita bersama memperoleh ampunan,
ridha, dan kenikmatan surgawi. Amin.

Dari berbagai sumber


05/09/09

Kita Bangsa Besar

Lagi dan lagi bangsa kita diusik oleh tingkah dari Negara Serumpun, yang telah kesekian kalinya mengklaim budaya bangsa Indonesia dan dipublikasikan untuk iklan pariwisata negaranya. Malaysia, negara tetangga yang begitu dekat dengan negara kita, atau saking dekatnya malahan negara tersebut berani melakukan hal tersebut????
Dari reog, batik, angklung, sampai yang terakhir adalah tari pendet diakui negara tersebut dan dijadikan ikon promosi pariwisatanya. Berdalih pihak swasta yang membuat pemerintah Malaysia mencoba berkelit dari amarah rakyat bangsa Indonesia.
Namun dari sekian banyak peristiwa pencaplokan budaya bangsa kita oleh negara tetangga hendaknya kita sebagai bangsa tidak hanya harus mengumbar amarah dan main tuntut baik secara hukum maupun main sumpah serapah sembarangan. Sebagai bangsa yang besar kita harus mau dan mampu instropeksi diri terhadap peristiwa tersebut.
langkah pasti yang harus dilakukan adalah menginventarisasi hasil kebudayaan tak benda yang kita miliki. peristiwa klaim tersebut merupakan teguran yang bagus bagi kita untuk kembali melakukan inventarisasi budaya bangsa.

07/05/09

Menjaga Kehormatan Diri

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia dibekali dengan akal tuk.berpikir dan hati.tuk merasa.

Setiap manusia diciptakan dengan dibekali potensi diri yang berbeda diantara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Perbedaan potensi diri ini dimaksudkan supaya manusia saling bekerja sama dalam menjalankan aktivitasnya di muka bumi.

Semoga Allah memberikan kemampuan kita tuk bisa menggali potensi yang ada pada diri kita. Menggali dan mengembangkan diri kita sebaik mungkin sehingga dalam hidup di dunia yang hanya sekali ini,kita tidak menjadi beban orang lain, tapi bahkan kita bisa hidup dengan terhormat dengan bisa meringankan beban orang lain.Sabda Rasul : sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya.

Kehormatan dan kemuliaan yang sebenarnya adalah ketika hati kita bebas dari bergantung kepada selain Allah. Bentuk perjuangan kita untuk menjaga harga diri dari meminta-minta kepada selain Allah adalah bukti kemuliaan kita.Jiwa mandiri adalah kunci harga diri.

Menjadi manusia mandiri adalah manusia yang akan memiliki harga diri. Mandiri adalah sumber percaya diri,Mandiri membuat kita lebih tentram diri.

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu gigih mengubah nasibnya sendiri. Kita diberi kemampuan oleh Allah untuk mengubah nasib kita.Berarti, kemampuan kita mandiri untuk mengarungi hidup ini merupakan kunci yang diberikan Allah untuk sukses dunia dan insya Allah akhirat nantinya.

Keuntungan mandiri,kita akan mempunyai wibawa sendiri. Keuntungan lain,kita makin percaya diri dalam menghadapi hidup ini. Orang yang terlatih menghadapi masalah sendiri akan berbeda semangatnya dalam mengarungi hidup dibandingkan orang yang selalu bersandar kepada orang lain. Karena kalau kita bersandar pada selain Allah maka kita akan dihantui kekhawatiran sewaktu-waktu sandaran kita akan hilang.

19/04/09

Filsafat Rasa Hidup

Ceramah Ki Ageng Suryomentaram ini disampaikan beliau dalam pertemuan Junggring Salaka Agung ke IX di Semarang. pada tahun 1956.
1. Filsafat Rasa Hidup
2. Kebudayaan
3. Masyarakat
4. Pergaulan
5. Pengetahuan Diri Sendiri

Filsafat Rasa Hidup
Filsafat ialah pengetahuan tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan "Apakah hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan di kolong langit?"
Segala apa yang ada ini dapat dibagi dua bagian, yaitu benda hidup dan benda tidak hidup. Benda tidak hidup berupa cangkir, piring, meja, kursi, batu dan sebagainya. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia. Jadi segala apa yang ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda tidak hidup, selain itu tidak ada.
Benda tidak hidup tidak bergerak, kecuali bila digerakkan oleh benda lain. Sedangkan benda hidup bergerak walaupun tidak digerakkan oleh benda lain. Dengan demikian maka hidup itu bersifat gerak pribadi (dapat bergerak sendiri).
Gerak dan diam ialah sifat laku (bhs. Jawa: lelampahan). Diam ialah tetap pada tempatnya, dan bergerak ialah berpindah tempat, walaupun yang bergerak hanya bagian benda itu. Jadi hidup itu bersifat gerak. Yang bergerak ialah satu persatu benda jadi. Wujud satuan benda jadi ialah hewan, manusia, meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga). Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri. Kalau raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri, maka raga itu disebut mati. Jadi mati ialah tidak lagi dapat bergerak sendiri.
Kalau kita mengerti bahwa hidup ialah laku, maka orang bebas dari anggapan bahwa hidup ialah benda. Anggapan bahwa hidup itu benda, menimbulkan persoalan yang berupa pertanyaan sebagai berikut, "Bila orang telah meninggal, maka akan ke manakah hidupnya?". Teranglah pertanyaan ini menanyakan tempat benda, yaitu si hidup yang dianggapnya benda.
Yang memerlukan tempat ialah benda, tetapi gerak tidak memerlukan tempat. Misalnya duduk ialah suatu gerak, dan oleh karena itu tidak memerlukan tempat. Yang membutuhkan tempat ialah raga yang duduk; seperti halnya si Dadap duduk di kursi. Jadi yang memerlukan tempat di kursi ialah raga si Dadap.
Laku dapat dibagi-bagi menurut artinya. Bagian-bagian laku merupakan rentetan kejadian yang saling kait-mengait dalam hubungan sebab dan akibat, yang berlangsung di dalam waktu (jaman). Maka laku memakan waktu.
Benda hidup dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Benda hidup yang dinamakan manusia, ia merasa hidup. Jadi manusia mempunyai rasa hidup. Rasa hidup inilah yang mendorong manusia bergerak.
Di sini perlu diselingi keterangan, bahwa tindakan manusia itu terdorong oleh perasaannya. Orang mencari minum karena terdorong oleh rasa haus, dan orang ingin tidur karena terdorong oleh rasa kantuk.
Bahkan bukan saja gerak manusia, tetapi gerak semua benda hidup, tumbuh-tumbuhan atau hewan, juga didorong oleh rasa hidup. Karena gerak benda hidup terdorong oleh rasa hidup, maka maksud gerak semua benda hidup ialah supaya hidupnya berlangsung terus. Maka rasa hidup menolak kematian.
Sebagai contoh, misalnya pohon mangga itu bergerak, dan akar-akarnya masuk ke dalam tanah mencari makanan, tentu dengan maksud agar hidupnya berlangsung walaupun tidak disadari. Setelah besar(dewasa) pohon mangga itu tidak berhenti di situ saja, tetapi tentu akan berbunga, dan bunga ini menjadi putik yang kemudian menjadi buah. Buah mangga itu setelah masak akan jatuh di tanah, yang kemudian tumbuh menjadi pohon mangga lain lagi. Maka bila pohon yang tua mati, yang muda akan menggantikan hidupnya.
Keadaan seperti di atas yang melangsungkan jenis pohon mangga, karena pohon muda itu pun bila sudah dewasa akan berbuah, dan demikian seterusnya. Jadi selain melangsungkan hidupnya, gerakan pohon mangga itu pun melangsungkan jenisnya.
Di sini jelaslah bahwa gerak pohon mempunyai dua macam maksud, yakni agar dapat melangsungkan hidupnya dan melangsungkan jenisnya. Demikian juga maksud gerak hewan dan manusia. Maka maksud gerak bagi pohon, hewan dan manusia ialah sama, yaitu supaya dapat melangsungkan hidup dan jenisnya.
Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan hidupnya seperti makan, berpakaian, bertempat tinggal (bhs. Jawa: pangan, sandang, papan) disebut memenuhi kebutuhan hidup (bhs. Jawa: pangupa jiwa). Bila tidak makan, manusia akan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka makan ialah kebutuhan hidup. Kegunaan pakaian ialah untuk melindungi badan dari hawa panas atau dingin. Karena bila terserang panas atau dingin yang hebat, badan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka pakaian merupakan kebutuhan hidup. Kegunaan tempat tinggal ialah untuk beristirahat atau tidur. Bila tidak tidur orang menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka tempat tinggal atau perumahan merupakan kebutuhan hidup.
Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan jenisnya berupa perkawinan. Bila tidak kawin, orang tidak dapat beranak-cucu, hingga habislah jenis manusia. Maka perkawinan merupakan kebutuhan hidup.
Demikianlah, "pangupa jiwa" dan perkawinan menjadi kebutuhan hidup. Bila kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi maka orang akan mati atau tidak akan berketurunan. Oleh karena itu, bila kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi, orang merasa senang dan bila tidak, orang merasa susah. Maka rasa hidup ini menimbulkan takut mati dan takut tidak berketurunan, dan mendorongnya untuk menghindari apa yang dapat menyebabkan ia mati atau tidak mempunyai keturunan.
Penyakit, kelaparan, ketelanjangan, tidak bertempat tinggal dan sebagainya, merupakan sebab kematian. Yang menyebabkan tidak berketurunan, ialah tidak dapat jodoh, perceraian, mandul, dan sebagainya. Jadi takut mati dan takut tidak mempunyai keturunan, menurut rasa hidup ialah wajar.
Bila jiwa mengalami kelainan, sering orang melakukan pantang makan, pantang tidur, pantang istri/suami dan sebagainya. Kelainan jiwa ini disebabkan karena keinginan memperoleh keunggulan dalam suatu hal (bhs. Jawa: linangkung) atau karunia dari Yang Mahakuasa. Menolak kebutuhan hidup demikian itu tidak wajar.
Menolak kebutuhan hidup menimbulkan perang batin. Padahal perang batin mengakibatkan penderitaan. Maka menolak kebutuhan hidup berarti mengalami penderitaan jiwa (bhs. Jawa: cilaka).
Bagaimanakah perang batin itu timbul? Seseorang yang pantang makan tentu akan merasa lapar. Di situ rasa ingin makan bertentangan dengan rasa pantang makan, maka terjadilah perang batin. Dalam perang batin kadang-kadang diri sendiri menjadi "yang ingin makan", dan kadang-kadang menjadi "yang pantang makan". Ketika menjadi "yang ingin makan", rasanya "aku ingin makan". Ketika menjadi "yang pantang makan", rasanya "aku pantang makan". Akulah yang menguasai nafsuku, dan yang ingin makan ialah godaan. Seolah-olah dirinya sendiri pecah menjadi dua. Demikian kebingungan seorang bila timbul perang batin, sehingga sangat sukar untuk mengatakan yang manakah dirinya sendiri.
Apabila orang menyadari kelainan dalam jiwanya, yang berupa keinginannya memperoleh keunggulan atau karunia, perang batin itu sirna. Lenyapnya perang batin, membangunkan rasa tenteram.

Kebudayaan
Semua gerak tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, didorong oleh rasa hidup dengan maksud yang sama, yakni supaya berlangsung hidupnya dan jenisnya. Tetapi cara manusia bergerak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Cara bergerak tumbuh-tumbuhan dan hewan berlangsung tanpa pengertian, karena mereka tidak memiliki pikiran. Sedangkan cara bergerak manusia berlandaskan pengertian, sebab manusia memiliki pikiran. Jadi perbedaan antara manusia dan benda hidup yang bukan manusia, hanya terletak pada kenyataan, bahwa yang satu mempunyai pikiran, sedang yang lain tidak mempunyainya.
Jika seseorang memakai pikirannya untuk berpikir, maka ia akan mendapat pengertian. Jumlah pelbagai pengertiannya ini merupakan ilmu. Maka tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya perlu berlandaskan ilmu, karena tanpa ilmu ia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Benda hidup lain, kecuali manusia, dapat bertindak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa ilmu. Misalnya telur itik yang menetas langsung menjadi anak itik. Anak itik itu walaupun baru sehari umurnya, bila terjun ke air sudah pandai berenang. Sedang manusia yang belajar berenang dalam tiga bulan lamanya, masih kalah pandainya dari anak itik. Dalam usahanya mencari makanan, anak itik tidak pernah mendapat didikan dari induknya, namun ia tidak pernah salah menelan pecahan kaca.
Demikianlah tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dapat terlaksana tanpa pengertian. Sebaliknya bayi berusia satu tahun, bila tidak dijaga oleh pengasuhnya sering menelan batu kerikil, karena ia tidak mengerti. Tetapi karena bayi itu anak manusia, seharusnyalah ia mengerti. Maka supaya tidak bertindak keliru bayi itu perlu diawasi oleh pengasuhnya. Karena itu manusia memerlukan pendidikan.
Jadi tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tidak bisa keliru. Seekor kucing tidak pernah keliru menerkam ketimun, sedang manusia bisa salah menelan asap tembakau. Kambing tidak pernah menggantung diri, tetapi manusia acapkali menggantung diri. Hewan tidak pernah menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup, tetapi manusia bisa menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup.
Dari itu bila manusia bertindak tanpa ilmu pengetahuan, maksud tujuan tindakannya tidak akan tercapai. Umpamanya orang menanak nasi, bila tanpa pengetahuan, berasnya tidak bisa menjadi nasi. Bagi manusia, ilmu pengetahuan ialah syarat mutlak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Dalam masyarakat terdapat banyak ilmu pengetahuan guna mencukupi kebutuhan masyarakat dan perorangan. Macam-macam ilmu itu ialah ilmu pertanian, peternakan, pertukangan, sosial, ekonomi, perkawinan, politik, filsafat, ilmu jiwa dan sebagainya. Jumlah semua ilmu yang ada di masyarakat itu dinamakan kebudayaan.
Dengan semua ilmu itu, lahirlah barang-barang buatan manusia, sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena pikiran bila diolah bisa mengalami kemajuan, maka cara manusia untuk mewujudkan barang-barang bisa mengalami kemajuan juga.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan makan, manusia mula-mula mengambil hasil hutan dan memburu hewan, kemudian maju dengan bercocok tanam dan memelihara ternak. Demikian pula dalam hal pakaian, dari hanya memakai kulit kayu atau kulit hewan yang diikatkan pada badannya, kemudian maju memintal benang dan menenun kain. Dalam hal tempat tinggal, dari hanya berdiam di gua, kemudian maju membuat rumah bambu, rumah kayu, rumah gedung dan seterusnya.
Sebaliknya karena hewan tidak mempunyai pikiran, maka alat-alatnya tidak mengalami kemajuan. Misalnya pembuatan sarang burung tempua (manyar). Walaupun sarang itu indah mungil, tetapi seratus tahun yang lampau dan seratus tahun yang akan datang, sarang itu tetap serupa. Ada sejenis hewan yang dianggap lebih maju dari jenis lainnya, tetapi karena alat-alat jenis hewan ini pun tidak mengalami kemajuan, maka apa yang dihasilkan oleh hewan ini tiada pula mengalami kemajuan.
Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan, yakni dalam bidang kesenian. Manusia membutuhkan keindahan yang dirasakan melalui pancainderanya. Kebutuhan tadi diwujudkan dalam bentuk barang yang dapat memenuhi kebutuhan jiwa melalui pancaindera. Barang itu berwujud pelbagai macam seni rupa, seni bangunan, seni gerak dan seni tari yang indah, seni suara, dan macam-macam seni lainnya yang dapat dinikmati melalui hidung, lidah dan alat peraba.
Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan dalam hal rasa, yang disebabkan ada dan tidak adanya pikiran. Hewan hanya mempunyai rasa senang dan susah, tetapi tidak mempunyai rasa bahagia dan derita. Sedang manusia, selain mempunyai senang dan susah, juga mempunyai rasa bahagia dan derita. Karena manusia mempunyai pikiran, maka ia mempunyai cita-cita. Bahagia bila cita-citanya tercapai dan derita bila cita-citanya tidak tercapai.
Cita-cita inilah yang dapat menyelewengkan tindakannya dari tujuan hidup, yaitu kelangsungan hidup pribadinya dan jenisnya. Bila cita-citanya gagal, orang sering bersikap nekad, bahkan bersedia untuk bunuh diri, Ini jelas bertentangan dengan tujuan hidup. Jadi cita-cita itu menyebabkan orang tergelincir dari rel tujuan hidup.
Apabila orang mencita-citakan sesuatu, tetapi tidak mengerti cara bagaimana mencapainya, sering ia berpantang tidur atau berpantang hubungan istri/suami. Padahal semua yang dipantangnya merupakan kebutuhan hidup. Maka pantangan tadi ialah tindakan menyimpang dari jalan tujuan hidup.
Dalam masyarakat terdapat banyak macam ilmu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Jumlah ilmu itu dinamakan kebudayaan. Jadi dalam masyarakat terdapat kebudayaan.
Masyarakat dunia terdiri dari bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa itu mendiami tanah yang berbeda-beda keadaannya, ada tanah datar dan ada tanah pegunungan; ada yang hawanya dingin dan ada yang panas. Karena itu, alat-alat untuk mencukupi kebutuhan hidup pun berbeda bagi masing-masing bangsa. Perbedaan alat-alat itulah yang menyebabkan corak kebudayaan masing-masing bangsa berbeda-beda pula.
Perbedaan corak kebudayaan ini sering dipakai sebagai senjata untuk saling mengejek. Ejek-mengejek ini kerap kali menimbulkan peperangan.
Jadi tiap-tiap bangsa, masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Ada yang terbelakang dan ada yang maju. Pada umumnya, terbelakang atau majunya kebudayaan suatu bangsa, digunakan sebagai ukuran bagi rendah atau tingginya derajat bangsa itu. Maka bangsa yang tinggi kebudayaannya, dianggap tinggi derajatnya.
Bagian-bagian kebudayaan suatu bangsa, ada yang terbelakang dan ada yang sudah maju. Suatu bangsa, yang cara menggarap sawahnya dengan bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah daripada bangsa lain yang cara menggarap sawahnya dengan mesin. Jadi bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah dari mesin, dalam arti kebudayaan.
Bangsa yang bagian kebudayaannya rendah, dapat belajar dari bangsa lain. Sedang bangsa yang bagian kebudayaannya tinggi, dapat menyumbang pada bangsa lain. Demikianlah bangsa-bangsa dapat saling memperoleh faedah dalam kebudayaan, dan ini memungkinkan terwujudnya kesejahteraan bersama lahir dan batin

Masyarakat
Ada dua cara hidup hewan, yang satu menyendiri seperti tokek, gangsir (semacam cengkerik), dan yang lain berkelompok seperti lebah dan sebagainya. Cara hidup demikian sesuai dengan hukum alam, karenanya tidak dapat diubah. Lebah jika dipisahkan pasti mati. Sebaliknya gangsir, jika dikelompokkan pasti mati. Sebab dalam kelompok, gangsir selalu berkelahi. Maka bila diubah cara hidupnya, hewan tersebut tidak dapat melangsungkan hidup pribadinya dan jenisnya.
Manusia termasuk jenis yang cara hidupnya berkelompok, jadi serupa dengan jenis lebah. Dalam kelompok, orang saling memberi dan mengambil kefaedahan masing-masing. Tindakan tersebut dinamakan gotong royong atau kemasyarakatan. Adapun cara bertindak untuk saling memberi dan mengambil faedah masing-masing ialah sebagai berikut: Misalnya tukang besi, pekerjaannya tidak lain hanya memukuli besi. Namun ia makan nasi walaupun tidak menanam padi. Ini hanya mungkin karena adanya saling memberi dan mengambil faedah masing-masing, antara pak tani dan si tukang besi. Tukang besi memperoleh padi dari pak tani dan pak tani memperoleh pacul dari tukang besi. Saling memperoleh kefaedahan di atas, memungkinkan masing-masing pihak merasa cukup dan enak.
Ada contoh lain yang lebih jelas lagi. Misalnya ada nasi sepiring, orang bertanya, "Siapakah yang mengadakannya?" Bila dijawab bahwa pak tanilah yang mengadakannya karena ia yang menanam padi, maka jawaban itu kurang tepat; karena pak tani tidak dapat menanam padi tanpa pacul, garu dan bajak. Bajak dibuat oleh tukang kayu. Karena itu tukang kayu pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Bajak tanpa mata-bajak tidak dapat dipakai. Karena mata-bajak dari besi itu dibuat oleh tukang besi, maka tukang besi pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila pembagian aliran air untuk sawah tidak teratur, maka padi tidak akan tumbuh. Karena itu, pengatur (bhs. Jawa: ulu-ulu) aliran air pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila di antara petani timbul perselisihan dan tidak ada yang mendamaikan, maka mereka tidak sempat menanam padi. Dalam perselisihan itu jaksalah yang mendamaikan mereka. Ini berarti, jaksa pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila tidak diatur pamong praja, pak tani akan saling berebut batas dan pematang (bhs. Jawa: galengan), sehingga pak tani tidak sempat menanam padi. Jadi pamong-praja pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Demikian pula halnya dengan polisi dan tentara yang menjaga keamanan dan pertahanan, mereka pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Dengan demikian maka pekerjaan masing-masing orang itu saling berhubungan sehingga setiap orang berhubungan dengan semua orang. Hubungan semacam itu disebut masyarakat.
Agar hidup manusia dapat berlangsung, caranya ialah dengan jalan bermasyarakat. Bila hidup menyendiri, yakni tanpa berhubungan dengan orang lain, orang tentu mati, karena tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Jadi hidup ialah berhubungan.
Apabila menyendiri, orang ingin memakai celana saja tidak mungkin, karena ia harus menanam kapas sendiri, memberantas hama kapas sendiri, memintal dan membuat alat pintal sendiri, membuat paku, menenun dan membuat alat tenun sendiri, yang kesemuanya itu tentu tidak mungkin.
Jadi, nilai pekerjaan setiap orang bagi masyarakat ialah sama. Pekerjaan memotong rumput dan membikin arang, pekerjaan sebagai polisi, tentara atau pamong praja, sama nilainya bagi masyarakat. Karena bila salah satu macam pekerjaan tidak lagi berhubungan dengan masyarakat, maka roda masyarakat tidak dapat berputar secara beres. Andaikata tidak ada orang membuat arang, tukang besi tidak akan dapat membuat pacul, pak tani tidak dapat menanam padi, dan semua orang kelaparan. Demikian halnya dengan lokomotif, yang tidak akan dapat berjalan bila dicabut sebuah sekrupnya. Demikianlah ketergantungan satu orang dengan yang lain.
Apabila seseorang mengerti bahwa kelangsungan hidupnya tergantung pada masyarakat, maka orang akan mengerti bahwa apabila ia mengganggu orang lain, ia akan mengganggu masyarakat. Mengganggu masyarakat berarti pula mengganggu diri sendiri. Jadi mengganggu orang lain sama dengan mengganggu diri sendiri.
Jadi jelaslah bahwa masyarakat ialah diri sendiri. Karena itu, membangun masyarakat ialah membangun diri sendiri, dan membangun diri sendiri ialah membangun masyarakat. Kesadaran akan inilah yang disebut rasa bersatu dengan masyarakat.

Pergaulan
Cara hidup berkelompok ini mengharuskan orang bergaul dengan orang lain. Selain bergaul dengan orang lain, orang pun bergaul dengan benda-benda. Maka dalam pergaulan itu orang bergaul dengan orang lain dan dengan benda-benda.
Karena orang memiliki pikiran, ia akan merasa enak dalam pergaulan bila ia mengerti sifat dari pihak yang diajak bergaul. Bila ia mengerti sifat-sifat dari sesuatu yang dihubunginya, ia akan merasa enak, karena tindakannya benar. Tetapi bila ia tidak mengerti sifat tersebut, ia akan merasa tidak enak karena tindakannya yang salah. Jadi rasa enak atau tidak enak, dalam hubungan ini hanyalah berpangkal pada persoalan mengerti atau tidak mengerti.
Misalnya, bila orang mengerti sifat api, ia akan merasa enak dan bebas berhubungan dengan api, karena ia dapat bertindak benar. Bila tidak disengaja, ia tiba-tiba memegang api sehingga terbakar tangannya, orang pun merasa enak. Rasa enak di sini tidak berarti enak terbakar. Rasa terbakar tentu saja sakit. Tetapi enak di sini berarti rasa tidak menyalahkan api. Jadi mengerti itu menimbulkan rasa merdeka.
Manusia hanya dapat menguasai benda-benda yang ia ketahui dan mengerti sifat-sifatnya. Dengan mengerti angin berikut sifat-sifatnya, orang dapat mempergunakannya untuk menjalankan perahu layarnya, dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa jenis manusia itu merajai dunia.
Begitu juga dalam hubungan dengan orang lain, orang akan merasa enak bila ia mengerti sifat orang lain itu. Untuk mengerti orang lain, lebih dulu. ia harus dapat menjawab pertanyaan, "Manusia itu apa?" Manusia ialah benda hidup yang mempunyai rasa. Rasa ini penting sekali bagi manusia, dan benda-benda hanyalah untuk mengenakkan rasanya. Maka rasa itu ialah hakikat manusia. Bila ada sesosok tubuh dengan kepala, badan, tangan, kaki, telinga, hidung, dan lain-lain, tetapi tanpa rasa, maka itu bukan manusia lagi melainkan mayat.
Walaupun manusia memiliki banyak macam rasa, namun pada umumnya rasa itu dapat dibagi atas dua macam yang pokok, yakni rasa enak dan tidak enak. Supaya enak dalam hubungan dengan orang lain, orang perlu mengetahui rasa orang lain. Karena manusia selain berhubungan dengan benda juga berhubungan dengan rasa, maka bila ia tidak mengerti rasa orang lain, ia tidak akan merasa enak dalam pergaulan hidup.
Hubungan yang tidak enak ini berupa perselisihan. Perselisihan secara berkelompok akan menyebabkan perang. Jadi tidak mengerti rasa orang lain ini menyebabkan perang. Cara perang itu bermacam-macam, tembak-menembak, maki-memaki, ejek mengejek, saling membusukkan dan saling berprasangka buruk. Maka perang itu tidak hanya tembak-menembak. Sebelum pecah perang, terlebih dulu orang saling memaki, saling mengejek, saling membusukkan dan saling berprasangka buruk. Jadi perang ialah perkembangan prasangka buruk. Dalam hal rasa, tembak-menembak dan saling berprasangka buruk itu sama. Jadi saling berprasangka buruk sama dengan tembak-menembak. Demikian macam-macam peperangan atau perselisihan. Perang itu mutlak keliru dan jahat. Menang atau kalah, perang tetap keliru dan jahat, karena manusia perlu melangsungkan hidupnya, sedangkan perang yang berwujud tembak-menembak berarti bunuh-membunuh. Maka perang bertentangan dan berdosa terhadap rasa hidup.
Bila diselidiki dalam rasa kita sendiri, dapat ditemukan bahwa orang hidup tidak menginginkan perang. Meskipun demikian, toh terjadi juga perang. Maka perang itu timbul dari kebodohan, yang menyebabkan tidak terlaksananya tujuan hidup.
Kecuali berdosa terhadap rasa hidup, perang juga berdosa terhadap pergaulan. Tujuan pergaulan ialah untuk dapat merasakan enak bersama, tetapi perang menimbulkan rasa tidak enak bersama. Maka perang berdosa pada rasa hidup dan pergaulan.
Perang atau perselisihan itu disebabkan karena orang tidak mengerti rasa orang lain dalam pergaulan. Bila orang mengerti rasa orang lain, perselisihan atau perang akan lenyap. Jadi memberantas perang atau perselisihan harus dengan mengetahui atau mengerti rasa orang lain.
Untuk mengetahui dan mengerti rasa orang lain, rasa diri sendirilah yang menghalang-halangi. Bila rasa diri sendiri yang menghalang-halangi itu tidak diketahui, orang tidak mungkin mengetahui rasa orang lain. Jadi supaya bisa mengetahui rasa orang lain, terlebih dulu orang harus mengetahui rasa diri sendiri yang menghalanginya untuk mengetahui rasa orang lain.
Mengetahui rasa diri sendiri ini dinamakan pengetahuan atau pengertian pribadi (bhs. Jawa: pangawikan pribadi). Pribadi atau diri sendiri di sini, dimaksud bukan pribadi yang muluk-muluk, tetapi pribadi/diri sendiri yang merasa apa-apa, menginginkan apa-apa, dan berpikir apa-apa. Jadi memberantas perang atau perselisihan harus dengan pengetahuan/pengertian diri sendiri.

Pengetahuan Diri Sendiri
Orang baru dapat mengenal diri sendiri setelah berhubungan dengan benda-benda, orang lain dan gagasannya, atau dengan rasanya sendiri. Orang hidup tentu berhubungan dengan sesuatu, karena dalam hubungan itu ia baru merasa bahwa ia ada. Rasa ada ini senantiasa merasakan segala apa yang ada. Maka rasa ada itu boleh dikatakan sama dengan hubungan atau bergaul.
Pergaulan itu pasti mencakup diri sendiri dan apa yang bukan diri sendiri. Setiap tindakan, setiap kata dan setiap keinginan, tentu berhubungan dengan sesuatu; yang mencakup diri sendiri dan apa yang bukan diri sendiri. Dalam tindakan, ucapan dan keinginan sendiri inilah orang dapat mengetahui diri sendiri.
Mengenal diri sendiri itu sulit, karena orang tidak biasa berusaha mengenal diri sendiri. Orang hanya biasa merasakan diri orang lain. Bila orang bertengkar dengan istrinya, biasanya ia hanya menyalahkan istrinya, dan tidak berusaha untuk mawas diri. Dalam hatinya ia berkata, "Wah, istriku ini sebentar-sebentar berlaku begini, begitu, begini, begitu, sehingga malanglah nasibku." Tetapi bila orang itu ditanya kembali, "Memanglah istrimu itu begini, begitu, begini, begitu, tetapi bagaimanakah dengan kamu sendiri?" Orang tadi akan terperanjat dan mengaku bahwa dirinya sendiri tidak ditelitinya. Demikian pula dalam hubungan dengan anak dan tetangganya, orang itu tidak memeriksa atau meneliti dirinya sendiri. Ini menunjukkan bahwa orang tidak biasa meneliti diri sendiri.
Kedudukan diri sendiri dalam hubungan itu ialah, sebagai pihak yang menyambut atau menanggapi. Bila berhubungan dengan benda-benda, diri sendiri itu menanggapi benda-benda. Sedangkan kalau berhubungan dengan orang lain, gagasan, atau rasa sendiri, ia pun menanggapi orang lain, gagasan atau rasa sendiri itu. Tegasnya, diri sendiri merasa sesuatu dalam hubungan itu. Bila melihat atau mendengar sesuatu, diri sendiri tentu ikut merasakan sesuatu. Jadi yang merasakan sesuatu, ialah dirinya sendiri dalam menyambut sesuatu yang dilihatnya atau didengarnya.
Demikian pula apabila kita berjumpa dengan orang lain, maka dirinya sendirilah yang merasakan sesuatu. Yang merasakan sesuatu inilah diri sendiri dalam menanggapi orang lain. Demikianlah, diri sendiri dalam menanggapi dunia luar.
Yang lebih sukar, ialah untuk mengetahui rasa diri sendiri dalam menanggapi gagasan atau rasanya sendiri. Karena gagasan atau rasa hati itu tidak terlihat oleh mata dan tidak tertangkap oleh pancaindera. Maka gagasan atau rasa hati dianggap seolah-olah diri sendiri. Yang seharusnya dilihat, dianggap sebagai yang melihat atau yang berkuasa. Pada umumnya gagasan atau rasa hati sendiri itu dianggap sebagai yang berkuasa, sehingga sukar untuk dikuasai.
Agar mudah dipahami, di sini perlu diberi contoh secara terperinci, bagaimana orang menanggapi sesuatu yang dihadapinya. Yang menanggapi sesuatu itu, menanggapinya dengan rasa suka dan benci. Misalnya pada waktu orang hendak membaca buku, ia akan menanggapi lampu terang dengan rasa senang, karena lampu itu memenuhi kebutuhannya. Karena itu, lampu terang dianggap baik. Sebaliknya, pada waktu ia hendak tidur, ia menanggapi lampu terang itu dengan rasa benci. Karena lampu terang menyilaukan matanya dan tidak memenuhi kebutuhannya. Orang yang hendak tidur, tidak membutuhkan lampu yang terang. Demikianlah, orang dapat menanggapi sebuah lampu terang dengan rasa senang atau benci, sesuai dengan kebutuhannya sesaat.
Kita menanggapi orang lain juga dengan rasa senang atau benci. Kalau ia seorang sahabat, kita akan menanggapinya dengan rasa senang. Tetapi kalau ia seorang musuh, kita menanggapinya dengan rasa benci. Bahkan orang yang sama, sering kita tanggapi, dengan senang dan benci, sesuai dengan kebutuhan kita sesaat. Hal inilah yang menyebabkan orang cekcok dengan suami atau istrinya. Terhadap suami atau istri, orang terkadang merasa senang, terkadang benci. Maka suami-istri itu selain menjadi kawan dalam hal-hal tertentu, juga dapat menjadi kawan bercekcok.
Lebih sukar lagi untuk mengetahui rasa senang dan benci, yang menanggapi gagasan atau rasa sendiri, karena gagasan atau rasa itu sering menjadi satu dengan senang dan benci. Sehingga sukar memisahkan gagasan dengan rasa suka dan benci.
Misalnya gagasan tentang permainan "jaelangkung", yakni sebuah keranjang yang dimasuki sukma orang mati. Rasa senang atau benci yang menanggapi "jaelangkung" itu berubah rupa menjadi percaya atau tidak percaya. Bila perubahan itu tidak disadari, orang tidak mengerti bahwa percaya atau tidak percaya itu berasal dari rasa senang atau bencinya.
Demikian pula kesukaran untuk mengetahui rasa senang atau benci yang menanggapi rasanya sendiri. Misalnya dalam menanggapi rasa marahnya sendiri; rasa senang atau benci itu akan berganti rupa, menjadi rasa membela marah atau menahan marah.
Jadi mengetahui dirinya sendiri dalam pergaulan, berarti mengetahui rasanya sendiri yang senang atau benci dalam menanggapi sesuatu yang digauli. Tetapi kalau hal ini tidak disadari, maka kita akan menemui kesukaran berupa perselisihan dalam hubungan kita dengan orang lain.
Misalnya kita mendengar gamelan, kemudian mendengar musik. Kalau kita mendengarkan gamelan dengan rasa senang, dan mendengarkan musik dengan rasa benci, dan tanggapan kita ini tidak kita ketahui, berarti kita tidak menikmati lagu gamelan dan musik, melainkan menikmati hafalan dari lagunya. Kenikmatan semacam itu ialah kenikmatan seorang pemain gamelan atau musik, dan bukan kenikmatan seorang seniman yang dapat menyatukan dirinya dengan lagu.
Kalau hal ini tidak disadari maka ia akan hanyut dalam rasa senang atau bencinya, sehingga yang senang gamelan berselisih dengan yang senang musik. Bahkan ada kalanya, ia mengajak orang-orang lain untuk berselisih beramai-ramai.
Untuk mengetahui rasa senang kita terhadap gamelan, maka kita harus menelitinya sebagai berikut, "Aku ingin menikmati lagu, akan tetapi mengapa aku senang gamelan, sehingga tidak dapat menikmati lagu?" Bila diketahui demikian, rasa senang itu akan lenyap, yang berarti rasa senang itu tidak lagi menghalangi untuk menikmati lagu. Orang akan mengerti bahwa kenikmatan lagu tidak terbatas oleh gamelan atau musik.
Demikian pula untuk mengetahui rasa benci kita, kita dapat menelitinya sebagai berikut, "Aku benci akan musik itu, hanyalah karena aku tidak hafal sehingga tidak dapat mengikuti lagunya." Jadi sebenarnya aku tidak hendak menikmati lagu, tetapi hanya ingin mengikuti lagu. Bila diketahui demikian, benci itu sirna, yang berarti rasa benci itu tidak menghalangi keinginan menikmati lagu. Jadi senang atau benci terhadap musik atau gamelan, bergantung pada kegemaran kita.
Dalam bergaul dengan orang, tanggapan kita pun berupa rasa senang atau benci. Rasa ini bila tidak diketahui dapat menimbulkan perselisihan. Misalnya kalau kita mendengar kabar ada seorang laki-laki berpoligami. Kalau yang menanggapi kabar itu rasa benci kita, maka kita akan mencelanya, "Laki-laki yang kawin dengan lebih dari satu perempuan, tidak memberi kesempatan kepada orang lain." Tetapi bila rasa senang kita yang menanggapi kabar itu, maka kita membelanya, "Sedang yang memadu itu senang dan yang dimadu pun tidak berkeberatan, mengapa mereka dipersoalkan." Bila hal ini tidak kita pahami, maka kita akan mengajak orang lain untuk membenci atau menyetujui bersama, yang akhirnya akan menjadi kelompok-kelompok pembela dan penentang poligami yang saling bermusuhan. Perkembangan permusuhan semacam ini bisa berkembang menjadi saling tembak-menembak.
Bila tanggapan kita yang berupa rasa suka atau benci yang menghalangi itu diketahui, maka kita akan dapat mengetahui atau mengerti rasa orang berpoligami, yang serupa benar dengan rasa kita sendiri. Cara untuk mengetahuinya sebagai berikut, "Aku ingin mengetahui rasa orang berpoligami, tetapi karena senang atau benci poligami, maka aku tidak dapat mengetahuinya. Sebab dua macam rasa itu menghalangiku." Bila diketahui demikian, rasa senang atau benci akan lenyap. Artinya tidak lagi mengalaminya. Barulah kita mengetahui rasa orang berpoligami, yang serupa benar dengan rasa kita sendiri.
Adapun tindakan seseorang, tentu terdorong oleh rasanya. Mencari minuman terdorong oleh rasa haus, ingin tidur terdorong oleh rasa kantuk. Tindakan orang berpoligami ialah terdorong oleh rasanya, yang menghendaki wanita yang bukan istrinya. Setelah rasa orang berpoligami itu diketahui, maka kita dapat meneliti diri kita sendiri dengan pertanyaan berikut, "Apakah aku juga menginginkan wanita yang bukan istriku?" Untuk menjawab pertanyaan di atas, sering kita merasa malu. Sebab keinginan semacam itu kita anggap jelek, karena kita mengira bahwa yang memiliki keinginan semacam itu hanya kita sendiri atau beberapa orang saja. Maka penelitian terhadap diri sendiri dapat dimulai dengan berpikir seperti di bawah ini.
Laki-laki walaupun sudah amat tua, bila melihat wanita cantik tentu merasa senang. Rasa senang ini jika dikupas berisikan keinginan. Padahal wanita cantik itu bukan istrinya. Jadi orang tua itu pun menginginkan wanita yang bukan istrinya. Demikian pula wanita, walaupun sudah amat tua, bila melihat laki-laki yang tampan, tentu merasa senang. Rasa senang ini bila diteliti berisikan keinginan. Padahal laki-laki itu bukan suaminya. Jadi wanita itu pun menginginkan laki-laki yang bukan suaminya.
Teranglah bahwa diri sendiri dan semua orang, mempunyai rasa mengingini orang yang bukan suami atau istrinya. Jika keinginan itu tidak sampai terlaksana, hal itu disebabkan hanya karena keadaan, kemiskinan atau kekhawatiran terhadap anak-anaknya, dan sebagainya. Jadi rasa ingin berpoligami bagi semua orang sama.
Bila kita mengetahui bahwa rasa orang berpoligami ialah serupa benar dengan rasa kita sendiri, maka kita akan damai dengan orang lain tadi. Rasa damai ini berarti tidak menyetujui atau membenci, tidak memuji atau mencela, yaitu berselisihan. Rasa damai itu sama dengan damai terhadap kenyataan, bahwa matahari terbit di sebelah timur.
Orang menanggapi rasanya sendiri, juga dengan rasa senang atau bencinya. Misalnya, bila ia menanggapi amarahnya dengan rasa benci, maka rasa marah itu ditekannya, sehingga ia tidak mengerti makna amarahnya. Menahan amarah itu rasanya sebagai berikut, "Kalau amarahku ini menjadi perbuatan, maka tidak enaklah akibatnya." Menahan marah berarti mendambakan kesabaran. Kalau rasa benci ini tidak diketahui, ia akan menimbulkan perang batin, yaitu perang antara amarahnya dan angan-angannya untuk kesabaran.
Apabila yang menanggapi amarahnya sendiri itu rasa senangnya, ia akan membela amarahnya demikian, "Kalau saya tidak marah, maka saya akan senantiasa dihina." Dengan demikian ia tidak akan mengetahui arti amarahnya. Kalau tanggapan rasa senang atau benci itu diketahui, maka orang akan mengetahui arti amarahnya sendiri.
Adapun penelitian rasa senang dan benci dapat dilakukan sebagai berikut,"Aku ingin tahu arti amarahku, tetapi karena aku benci atau senang akan amarah itu, maka aku tidak dapat mengetahui arti amarahku." Kalau hal ini disadari, maka rasa senang atau benci itu segera lenyap, yaitu tidak menutupi lagi. Barulah orang mengetahui arti amarahnya.
Marah itu berarti membela hal yang dianggap penting untuk diri sendiri. Jika kepentingannya sendiri diganggu orang, ia lantas marah. Wujud kepentingan manusia itu ada berbagai macam, seperti harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, kelompok, kebangsaan, jenis kelamin, ilmu kebatinan, kepandaian, ilmu, dan lain-lain. Setiap orang berbeda-beda dalam menilai kepentingannya sendiri. Salah satu kepentingannya dinilai lebih tinggi dari yang lain. Jadi kepentingan-kepentingan ini ada yang dinilai nomor satu, nomor dua dan seterusnya. Berat ringannya kemarahan tergantung pada tinggi rendahnya penilaian itu. Jika orang diganggu kepentingannya yang nomor satu, ia akan marah sekali.
Bila rasa senang atau benci dalam menanggapi rasa sendiri senantiasa diketahui, maka orang akan dapat mempelajari apa yang menjadi kepentingannya melalui pengetahuan tentang diri sendiri (pangawikan pribadi). Bila pengertian diri sendiri ini makin dalam dan luas, orang akan mengerti bahwa dasar landasan kepentingannya itu keliru. Landasan keliru inilah yang menimbulkan rasa tidak enak dalam pergaulan.
Apabila kepentingan harta benda itu landasannya keliru, maka ia akan merupakan keserakahan. Padahal kegunaan harta benda hanyalah sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidup. Maka keserakahan berarti mempergunakan harta benda secara salah.
Apabila kepentingan kehormatan itu landasannya keliru, maka ia akan menjadi gila hormat. Padahal rasa hormat itu mengandung kenikmatan, baik bila diri sendiri menghormati orang lain, maupun bila orang lain menghormati dirinya. Jadi gila hormat (minta dihormati) berarti mempergunakan kehormatan secara salah.
Apabila kepentingan kekuasaan itu landasannya salah, maka ia akan merupakan hasrat menguasai orang lain. Padahal orang berkuasa atau dipercaya itu disebabkan karena ia mengenakkan orang lain. Jadi ingin menguasai orang lain tanpa mengenakkan orang lain, berarti mempergunakan kekuasaan secara salah.
Demikianlah seterusnya, untuk mengetahui kepentingan kita yang dipergunakan secara salah. Bila diketahui, maka landasan kepentingan yang salah itu akan menjadi benar. Demikian faedahnya mengetahui rasa senang dan benci kita dalam tanggapan kita terhadap rasa kita sendiri.
Bila rasa senang dan bencinya itu diketahui, orang lantas merasa enak dalam pergaulannya dengan benda-benda, dengan orang lain dan dengan rasanya sendiri.
Pengetahuan tentang senang dan bencinya sendiri ini, dinamakan pengetahuan diri sendiri (pangawikan pribadi). Jadi pengetahuan diri sendiri ialah syarat untuk membangkitkan rasa enak dalam pergaulan.

03/03/09

Indahnya Sholat


Salat adalah amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Gerakan-gerakannya sudah sangat melekat dengan gestur (gerakan khas tubuh) seorang muslim. Namun, pernahkah terpikirkan manfaat masing-masing gerakan? Sudut pandang ilmiah menjadikan salat gudang obat bagi berbagai jenis penyakit!

Saat seorang hamba telah cukup syarat untuk mendirikan salat, sejak itulah ia mulai menelisik makna dan manfaatnya. Sebab salat diturunkan untuk menyempurnakan fasilitasNya bagi kehidupan manusia. Setelah sekian tahun menjalankan salat, sampai di mana pemahaman kita mengenainya?

TAKBIRATUL IHRAM

Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah.

Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.

RUKUK

Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.

Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.

I’TIDAL

Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.

Manfaat: I’tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.

SUJUD

Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.

Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

DUDUK

Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.

Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iffirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

SALAM

Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.

Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.

BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar‑dalam.

PACU KECERDASAN

Gerakan sujud dalam salat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan diri serendah‑rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang didalami Prof Sholeh, gerakan ini mengantar manusia pada derajat setinggi‑tingginya. Mengapa?

Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan darah. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yamg memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan.

Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry, AS. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah diam‑diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud.

PERINDAH POSTUR

Gerakan‑gerakan dalam salat mirip yoga atau peregangan (stretching). Intinya untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan salat dibandingkan gerakan lainnya adalah salat menggerakan anggota tubuh lebih banyak, termasuk jari kaki dan tangan.

Sujud adalah latihan kekuatan untuk otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.

MUDAHKAN PERSALINAN

Masih dalam pose sujud, manfaat lain bisa dinikmati kaum hawa. Saat pinggul dan pinggang terangkat melampaui kepala dan dada, otot‑otot perut (rectus abdominis dan obliquus abdominis externuus) berkontraksi penuh. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lama. Ini menguntungkan wanita karena dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila, otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami ia justru lebih elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan serta mempertahankan organ‑organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

PERBAIKI KESUBURAN

Setelah sujud adalah gerakan duduk. Dalam salat ada dua macam sikap duduk, yaitu duduk iftirosy (tahiyyat awal) dan duduk tawarruk (tahiyyat akhir). Yang terpenting adalah turut berkontraksinya otot‑otot daerah perineum. Bagi wanita, inilah daerah paling terlindung karena terdapat tiga lubang, yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih.

Saat duduk tawarruk, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.

AWET MUDA

Pada dasarnya, seluruh gerakan salat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara rutin, maka sel‑sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun berlangsung lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.

Gerakan terakhir, yaitu salam dan menengok ke kiri dan kanan punya pengaruh besar pada ke­kencangan. kulit wajah. Gerakan ini tak ubahnya relaksasi wajah dan leher. Yang tak kalah pen­tingnya, gerakan ini menghin­darkan wanita dari serangan migrain dan sakit kepala lainnya