Kesenian
Tradisional adalah salah satu dari sejumlah kekayaan budaya bangsa
Indonesia yang multikultur. Setiap daerah memiliki jenis dan ragam
kesenian sendiri yang tentunya unik dan menarik bagi wisatawan. Kesenian
Caci salah satunya, kesenian ini merupakan kesenian khas dari
Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Kata caci terdiri dari dua suku kata yaitu ca dan ci. Bagi masyarakat Manggarai, kata caci berasal dari kata ca yang berarti satu dan ci yang berarti paksa atau memaksa. Secara harfiah arti caci satu, satu di sana satu di sini, memukul dan menangkis secara berbalasan satu lawan satu. (Adi M. Nggoro 2006:127). Caci merupakan pertarungan dua orang pria, satu lawan satu secara bergantian. Dalam caci ada pihak memukul (paki) lawannya dengan menggunakan pecut, cambuk (larik) atau tali. Sedangkan lawan yang dipukul menangkis (ta’ang) dengan menggunakan perisai (nggiting) dan busur (toreng, agang).
Permainan caci
terdiri dari dua kelompok (kubu). Istilah kubu di sini bukan dimaksud
sebagai lawan, musuh atau menampilkan kehebatan saling pukul atau saling
cambuk, melainkan mempertahankan semangat kekeluargaan. Selain itu
permainan caci tidak mementingkan siapa yang kalah dan yang menang. Di antara mereka tidak ada rasa dendam setelah bermain caci, bahkan meningkatkan rasa persatuan, persaudaraan dan persahabatan. Hal yang terpenting dilihat adalah permainan caci itu secara keseluruhan. Dalam permainan caci penampilan kekuatan bukanlah aspek terpenting tetapi bagaimana seni bertanding secara sehat dan sportif. Permainan caci
merupakan suatu momen budaya tertentu yang sifatnya suka cita dan
dilakukan dalam upacara adat dan acara khusus. Hal ini dapat dilihat
dalam upacara perkawinan (tae kawing), syukuran (penti) baik syukuran membuka ladang baru maupun syukuran hasil panen, syukuran warga kampung, syukuran tahunan, syukuran pentahbisan
imam, penyambutan tamu kehormatan, peringatan HUT Kemerdekaan RI, hari
Pendidikan Nasional, Sumpah Pemuda atau hari bersejarah lainnya. Dalam
masyarakat Manggarai penti adalah pesta adat Manggarai yang bernuansa syukuran kepada leluhur atau supranatural atau wujud tertinggi (mori keraeng) yang dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat dalam situasi formal dan suasana suka cita ( Nggoro 2006 :187).
Dalam kesenian caci yang ikut bermain adalah orang dewasa yang sudah berumur 21 tahun ke atas karena permainan ini secara bebas diartikan menguji ketangkasan satu lawan satu. Namun demikian orang tua juga diperbolehkan bermain caci karena tidak menutup kemungkinan walaupun sudah tua selain masih kuat dan berpengalaman. Dalam permainan caci tidak diperkenankan pemain antara saudara kandung, saudara sepupu dekat, satu warga kampung, keluarga tetangga (pa’ang ngaung) kenalan dekat (kae reba). Hal ini dilakukan karena semua sudah dianggap saudara atau keluarga.