Secara definitive Pemkot Solo menetapkan di sepanjang jalur lambat sisi selatan jalan Slamet Riyadi hingga Pasar Gede. Tetapi dalam pemaparan Walikota ada tiga alternative yang ditawarkan; yaitu mewujudkan kawasan kuliner sepanjang kawasan Coyudan, Jln Mayor Sunaryo, dan Jln. Suryo Pranoto. Pertimbangan pemilihan lokasi adalah tidak jauh dari keramaian kota serta tidak merupakan kawasan padat lalu l;intas. Lokasi | Obyek wisata |
Stasiun Purwosari - Brengosan | Wisata kuliner dan wisata belanja |
Brengosan - Gendengan | Wisata kuliner |
Gendengan - Sriwedari | Wisata arsitektur dan wisata belanja |
Sriwedari - Ngapeman | Wisata budaya, atraksi seni dan arsitektur |
Ngapeman gladak | Wisata belanja dan budaya |
Gladag – Pasar Gede | Wisata budaya dan belanja |
Segmen yang terdapat banyak bangunan kuno dan pusat belanja ditekankan pada wisata budaya dan belanja. Pengolahan fisik ruang jalan didesain dengan perlengkapan street furniture khas budaya Solo. Ground cover dengan paving dikonsep secara unik dan menarik sehingga menampilkan cirri khas budaya Solo era kerajaan, colonial dan Solo masa kini. Yang cukup menarik pada simpul perempatan atau pertigaan sebagai area transisi antar segmen akan diolah dengan ground cover dan street furniture yang khas. Street furniture didesain menggabungkan pola variatif dan kontinyu untuk menghindari pemandangan monoton disepanjang areal city walk. Prospek ke depan city walk akan menyambung dengan kampong Batik Laweyan dan pusat wisata kuliner yang saat ini tengah digagas. Membayangkan city walk sepanjang 6 km lengkap dengan titik2 pusat jajanan, panggung terbuka, street furniture dan ground cover yang unik terbentang di kawasan yang memiliki bangunan kuno, pusat2 komersioal dan kantor2 pemerintah , diwarnai melajunya rangkaian kereta api dengan kecepatan maksimal 25 km/jam, sungguh luar biasa.
darinslogan “Sala’s future is Sala’s past, Masa Depan Sala adalah Masa Lalu Sala”. Slogan yang dimunculkan budayawan Kuntowijoyo pada tahun 1999 mampu menggelitik Walikota Solo melontarkan ide pemberlakuan City Walk sebagai awal beautifikasi wajah kota. Selain itu juga terinspirasi oleh city walk di Singapura. Program ini digagas cukup serius, mengingat tentang sudah parahnya kerusakan wajah kota Solo sat ini. Ada indikasi sejak beberapa tahun yang lalu untuk “menghancurkan” wajah Kota Solo melalui pembangunan fisik yang sama sekali tidak mengindahkan filosofi dan kaidah arsitektur wajah Kota Solo. Memang untuk pembenahan wajah kota secara serius, berkelanjutan, partisipatif, tentu melibatkan banyak pihak Dikenalnya Solo secara historis juga merupakan kota perdagangan , maka penataan mutlak memerlukan partisipasi para pelaku perdagangan. 









