Secara definitive Pemkot Solo menetapkan di sepanjang jalur lambat sisi selatan jalan Slamet Riyadi hingga Pasar Gede. Tetapi dalam pemaparan Walikota ada tiga alternative yang ditawarkan; yaitu mewujudkan kawasan kuliner sepanjang kawasan Coyudan, Jln Mayor Sunaryo, dan Jln. Suryo Pranoto. Pertimbangan pemilihan lokasi adalah tidak jauh dari keramaian kota serta tidak merupakan kawasan padat lalu l;intas.
Panjang city walk :
Rencananya sepanjang 6 km yang akan diwarnai dengan berbagai street furniture( kursi taman, lampu penerangan jalan, papan informasi, kotak tempat sampah, kotak surat dan lain2), yang menampilkan ciri khas kota Solo, serta dilengkapi dengan taman-taman disepanjang jalan, ada juga atraksi budaya yang bisa dipertontonkan. Sehingga menambah daya tarik pejalan kaki.
Daya tarik sebagai potensi obyek wisata :
Lokasi | Obyek wisata |
Stasiun Purwosari - Brengosan | Wisata kuliner dan wisata belanja |
Brengosan - Gendengan | Wisata kuliner |
Gendengan - Sriwedari | Wisata arsitektur dan wisata belanja |
Sriwedari - Ngapeman | Wisata budaya, atraksi seni dan arsitektur |
Ngapeman gladak | Wisata belanja dan budaya |
Gladag – Pasar Gede | Wisata budaya dan belanja |
Konsep City walk :
Kawasan
city walk dikonsep sebagai pedestrian ways yang menarik dimana pengguna mengalami kontinuitas obyek. Obyek setiap segmen disesuaikan dengan potensi kawasan yang meliputi aktivitas lingkungan, komuditas wisata, kawasan perdagangan dan arsitektur kawasan.
Segmen yang terdapat banyak bangunan kuno dan pusat belanja ditekankan pada wisata budaya dan belanja. Pengolahan fisik ruang jalan didesain dengan perlengkapan street furniture khas budaya Solo. Ground cover dengan paving dikonsep secara unik dan menarik sehingga menampilkan cirri khas budaya Solo era kerajaan, colonial dan Solo masa kini. Yang cukup menarik pada simpul perempatan atau pertigaan sebagai area transisi antar segmen akan diolah dengan ground cover dan street furniture yang khas. Street furniture didesain menggabungkan pola variatif dan kontinyu untuk menghindari pemandangan monoton disepanjang areal
city walk. Prospek ke depan city walk akan menyambung dengan kampong Batik Laweyan dan pusat wisata kuliner yang saat ini tengah digagas. Membayangkan city walk sepanjang 6 km lengkap dengan titik2 pusat jajanan, panggung terbuka, street furniture dan ground cover yang unik terbentang di kawasan yang memiliki bangunan kuno, pusat2 komersioal dan kantor2 pemerintah , diwarnai melajunya rangkaian kereta api dengan kecepatan maksimal 25 km/jam, sungguh luar biasa.
Tidak sekedar membangun satu kawasan sebagai areal khusus pejalan kaki yang menghubungkan fungsi-fungsi komersial dan hiburan semata, namun dikonsep menjadi ruang public, ruang interaksi segenap warga kota sekaligus sebagai etalase jati diri Kota Solo. Terinspirasi
darinslogan “Sala’s future is Sala’s past, Masa Depan Sala adalah Masa Lalu Sala”. Slogan yang dimunculkan budayawan Kuntowijoyo pada tahun 1999 mampu menggelitik Walikota Solo melontarkan ide pemberlakuan
City Walk sebagai awal beautifikasi wajah kota. Selain itu juga terinspirasi oleh
city walk di Singapura. Program ini digagas cukup serius, mengingat tentang sudah parahnya kerusakan wajah kota Solo sat ini. Ada indikasi sejak beberapa tahun yang lalu untuk “menghancurkan” wajah Kota Solo melalui pembangunan fisik yang sama sekali tidak mengindahkan filosofi dan kaidah arsitektur wajah Kota Solo. Memang untuk pembenahan wajah kota secara serius, berkelanjutan, partisipatif, tentu melibatkan banyak pihak Dikenalnya Solo secara historis juga merupakan kota perdagangan , maka penataan mutlak memerlukan partisipasi para pelaku perdagangan.
Dalam hal ini pemerintah adalah pihak yang paling tepat memerankan fungsi penataan kota, sebab pemerintah dilengkapi dengan pegangan yang mengikat banyak pihak seperti rencana strategis pembangunan kota, rencana tata ruang kota, dan regulasi yang ditunjang kewenangan untuk mengatur (to govern)