Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan. Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa.
Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.
Semar bertubuh tambun: melukiskan keluasan hatinya. Ati segoro, begitu kata orang Jawa: hati bagai samudera. Makin luas hatinya berarti makin halus pula rasa-nya. Dalam literatur Jawa, rasa adalah inti terdalam manusia, kebenaran tertinggi. Makin halus rasanya, berarti makin dekat orang itu pada inti kebenaran, makin tinggi tingkat spiritual-nya. Dan makin halus rasa seseorang, dia akan menjadi makin momot, makin luas ruang hatinya, sehingga bagai samudera yang bisa menampung ribuan sungai yang mengalir kepadanya tanpa menjadi penuh maupun kotor.
Sebaliknya makin kasar rasa seseorang, makin rendah tingkat spiritual-nya, makin kaku sikapnya, dan makin sulit menerima pandangan yang berbeda, tidak bisa hidup tenteram dengan kelompok lain, mau menang sendiri… dan ugal-ugalan. Lebih celaka lagi, dengan mengatas-namakan agama dan Tuhan!
* disarikan dari beberapa sumber
4 komentar:
wow njawani banget dech
bagus artikelnya
bagus artikelnya... update terus ya.. falsafah2 kehidupan, khususnya yg Indonesia, krn org Indonesia modern skrng uda pada gak tau. salam.
Semar,sebagai punakawan para pendawa, selalu memberikan nasehat-nasehat dan petuah kebenaran kepada para Bendorone,terkadang kelalaian-kelaian seorang sinatrianing nagari,harus pula di elingke karo wong cilik,semacam punokawan semar,semar adalah benar-benar filsafat dasar seorang dewo kang adheg pandito hananging ngejowantah ngrasuk busono wong cilik,mantab Gan...saya ini juga penggemar Semar...Alias Bodronoyo.
Posting Komentar